Pengamat Ungkap 'Jebakan Mental' di Balik Kasus Ibu Tiri Bunuh Anak di Bojonggede, Ini Risikonya

Pengamat perlindungan perempuan dan anak, Asep Saepudin, menyoroti insiden ini sebagai indikasi serius kurangnya kesiapan mental orang tua dalam berumah tangga.

Andi Ahmad S
Rabu, 22 Oktober 2025 | 19:15 WIB
Pengamat Ungkap 'Jebakan Mental' di Balik Kasus Ibu Tiri Bunuh Anak di Bojonggede, Ini Risikonya
Pengamat perlindungan perempuan dan anak, Asep Saepudin [Ist]
Baca 10 detik
  • Kesiapan mental orang tua utama, kasus tewasnya bocah oleh ibu tiri akibat kurangnya kesiapan mental.

  • Pendidikan pranikah penting bekali calon suami-istri mengasuh anak dan menjalani rumah tangga.

  • Penerimaan dan tanggung jawab pada anak bawaan pasangan wajib; suami harus pahami psikologis istri.

SuaraBogor.id - Kasus kematian tragis bocah laki-laki berinisial MAA (6) yang diduga dianiaya oleh ibu tirinya, RN (30), di Perumahan Griya Citayam Permai, Bojonggede, Kabupaten Bogor, memicu keprihatinan mendalam.

Pengamat perlindungan perempuan dan anak, Asep Saepudin, menyoroti insiden ini sebagai indikasi serius kurangnya kesiapan mental orang tua dalam berumah tangga.

Asep Saepudin, yang juga Direktur Pusat Kajian Gender-Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Visi Nusantara Maju, menekankan bahwa meskipun motif pasti perlakuan sadis RN belum sepenuhnya terungkap, kesiapan mental merupakan hal utama yang harus dimiliki pasangan sebelum dan selama menjalani kehidupan berumah tangga.

"Memang ya untuk berumah tangga itu kan memang perlu mental yang kuat, perlu kesiapan makanya kan ada pendidikan pranikah bagi calon pengantin," kata Asep pada Rabu (22/10/2025).

Baca Juga:Update Kasus Kematian Bocah di Bogor: Ayah Tak Terlibat, Ibu Tiri Pelaku Tunggal Penganiayaan Brutal

Ia menjelaskan, dalam pendidikan pranikah, calon mempelai, baik pria maupun wanita, akan mendapatkan bekal ilmu dalam menjalankan bahtera rumah tangga, termasuk bagaimana mengasuh seorang anak.

Asep juga menyoroti aspek pernikahan campuran yang melibatkan anak. Ia menegaskan pentingnya kesepakatan sebelum menikah, apalagi jika salah satu atau kedua belah pihak membawa anak dari pernikahan sebelumnya.

"Nah yang kedua ketika berbicara ya ini kan bukan anak kandung dia, anak tiri, tapi kan dalam rumah tangga ya tidak lagi berbicara itu, ketika menikah dengan seorang janda atau duda yang membawa anak, masing-masing pihak itu harus bisa menerima anak yang dibawa oleh pasangannya," jelasnya.

Ia menambahkan, pasangan baru memiliki tanggung jawab untuk mengurus anak tiri layaknya anak kandung.

Selain itu, peran ayah atau suami dalam pernikahan campuran juga sangat krusial.

Baca Juga:Ibu Tiri Pembunuh Anak di Bojonggede Jadi Tersangka, Ayah Korban Diperiksa Polisi, Apa Perannya?

"Kemudian, bagaimana peran ayah, peran suami memberikan pemahaman terhadap istri sambung dari anaknya ini," lanjut Asep.

Asep Saepudin juga membantah pandangan bahwa kecukupan ekonomi adalah satu-satunya penentu ketahanan rumah tangga. Menurutnya, ada banyak faktor lain yang mesti diperhatikan agar kejadian serupa tidak terulang.

"Bagaimana suami memahami kondisi psikologis istri, ketika suami bekerja, anak ditinggal sama istrinya, dia paham tidak kondisi psikologis istri, psikologis istri itu bisa dipengaruhi oleh dua hal, faktor internal dan faktor eksternal," paparnya.

Faktor internal meliputi kondisi mental istri itu sendiri, sementara faktor eksternal bisa berupa pengaruh dari lingkungan atau tekanan lain yang memicu perilaku tidak wajar.

Asep mengimbau agar kejadian serupa tidak terjadi, pasangan suami istri atau calon pasangan suami istri harus saling memahami satu sama lain dalam menjalankan bahtera rumah tangga.

"Karena kan kesiapan itu juga tidak sebatas diukur secara kemampuan ekonomi, tidak diukur juga seberapa dewasa usianya, tapi bagaimana dewasa pemikirannya, memahami dinamika kehidupan rumah tangga itu harus seperti apa," tutup Asep.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak