Scroll untuk membaca artikel
Andi Ahmad S
Jum'at, 12 Januari 2024 | 20:11 WIB
Anggota DPR RI, Elly Rachmat Yasin atau Elly Yasin dipanggil Bawaslu Kabupaten Bogor. [Instagram @ellyrachmatyasin]

SuaraBogor.id - Kasus dugaan pelanggaran kampanye atau Pemilu 2024 yang dilakukan Elly Rachmat Yasin caleg DPR RI Kabupaten Bogor, dari PPP nampaknya menjadi sorotan dari Lembaga Pemantau Pemilu Network for Indonesian Demokratik Society (Netfid) Bogor.

Pasalnya, saat ini kasus dugaan pelanggaran kampanye Elly Yasin sapaan akrabnya tersebut telah ditutup oleh Bawaslu Kabupaten Bogor.

Abdullah Fikri Muzaki pengurus Netfid Bogor menduga ada main mata dari dua kasus tersebut.

"Hadir dilokasi aja itu harusnya sudah ada sangsi, apalagi yang bersangkutan memakai pakaian dinas. Kok ini disebut kurang alat bukti, aneh banget," katanya kepada wartawan.

Baca Juga: Kenapa dengan Bawaslu Bogor? Kasus Dugaan Pelanggaran Ravindra dan Elly Yasin Ditutup, Alasannya Kurang Alat Bukti

"Kami dari Netfid masih mengkaji kasus ini, karena kebetulan ada dua kasus yang tengah kita soroti dan berakhir dengan kurang alat bukti. Itu sangat janggal, Bawaslu RI hingga DKPP RI harusnya cek bagaimana dua kasus ini berakhir dengan kurangnya alat bukti," tambahnya.

Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bogor baru-baru ini menjadi sorotan, lantaran menutup dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan Elly Rachmat Yasin, setelah sebelumnya Ravindra Airlangga.

Bawaslu menyebut bahwa dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan Elly Yasin sapaan akrabnya, pun juga putera ketua umum Partai Golkar ditutup lantaran kurangnya alat bukti.

Ketua Bawaslu Kabupaten Bogor, Ridwan Arifin menyebut, bahwa Penegakan Hukum Terpadu (Gakummdu) memutuskan bahwa kasus Elly Rachmat Yasin ditutup.

Hal tersebut berdasarkan rapat hasil tiga instansi yakni Bawaslu, kepolisian dan kejaksaan dengan nomer laporan 01/Reg/TM/KecamatanCigudeg/09.13/12/2023..

Baca Juga: Karena Tidak Bisa Buktikan Dugaan Pelanggaran Pemilu, Bawaslu Bogor Tutup Kasus Elly Yasin

“Kita memeriksa pendalaman, baik ke kades, panwascam, terus ke bu Ellynya. SG (Sentra Gakumdu) satu diteruskan karena perlu pendalaman, kemudian di SG dua tadi juga dibahas ini kurang alat bukti belum ada persetuaian dengan kejadian. Jadi memang aga sulit kalau ini dilanjut,” katanya kepada wartawan, dikutip Jumat (12/1/2024).

Menurutnya, dari beberapa orang yang dihadirkan, terutama saksi juga itu tidak menyaksikan secara langsung kejadian yang ada di foto dan video yang sempat viral di media sosial tersebut.

"Jadi kita memutuskan kasus ini tidak bisa dilanjutkan (selesai),” kilahnya.

Sebelumnya juga, Bawaslu Kabupaten Bogor memberikan penjelasan terkait dugaan kasus pelanggaran kampanye Ravindra Airlangga, pada bantuan traktor dari Kementerian Pertanian (Kementan) untuk petani di Kabupaten Bogor.

Kordiv Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kabupaten Bogor, Juhdi mengatakan, pihaknya sampai detik ini belum menemukan bukti-bukti terkait traktor bantuan dari Kementan yang ditempel stiker Caleg Ravindra Airlangga.

"Hasil ini berdasarkan pemeriksaan terhadap beberapa saksi, mulai dari kepala Distanhorbun, sekdis, kabid yang ada di lapangan, kemudian tim yang ada di lapangan begitu juga kami telusuri Ravindra nya langsung dan terakhir kelompok tani," katanya, saat ditemui di Kantor Bawaslu Kabupaten Bogor, Rabu (27/12/2023).

Juhdi juga berujar, hingga detik ini Bawaslu Kabupaten Bogor tak bisa mengakses kamera pengintai atau CCTV di Kantor Distanhorbun, terkait peristiwa lokasi pembagian traktor yang diserahkan Ravindra untuk para petani di Bumi Tegar Beriman.

"CCTV tersebut hanya sekedar melihat (Tidak berfungsi)," ujarnya.

Padahal, berdasarkan Pasal 280 ayat 2 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang berbunyi: pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan: (h) kepala desa, (i) perangkat desa, (j) anggota badan permusyawaratan desa.

Sedangkan untuk UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 490 berbunyi, etiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak dua belas juta rupiah.

Selain dalam UU Pemilu, larangan kepala desa terlibat kampanye juga telah dituangkan dalam UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 yang berbunyi kepala desa dilarang menjadi pengurus Partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.

Load More