SuaraBogor.id - Rencana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dapat dilakukan dan diwakili melalui dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) nampaknya mendapatkan respon baik dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Mendagri Tito Karnavian menyetujui rencana yang mengemuka terkait dengan penyelenggaraan Pilkada oleh DPRD itu.
Belajar dari penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024, ada biaya besar yang harus dikeluarkan dalam pesta demokrasi bersifat langsung tersebut dan sebenarnya bisa dilakukan melalui mekanisme demokrasi yang lain.
"Saya sependapat tentunya, kita melihat sendirilah bagaimana besarnya biaya untuk pilkada. Belum lagi ada beberapa daerah-daerah yang kita lihat terjadi kekerasan, dari dahulu saya mengatakan pilkada asimetris, salah satunya melalui DPRD 'kan," kata Tito di Istana Kepresidenan dilansir dari Antara.
Meski menyetujui usulan pilkada lebih baik dilangsungkan di DPRD, dia mengatakan bahwa usulan tersebut memerlukan kajian, termasuk di bawah kementeriannya.
Mendagri masih menantikan kajian-kajian lain dari berbagai pihak seperti dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI maupun dari kalangan akademikus.
Lebih lanjut Tito menjanjikan bahwa usulan pilkada di DPRD ini akan dibahas secara serius di bawah kementeriannya mengingat aturan mengenai pemilu kepala daerah ini sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.
"Pasti akan bahas. 'Kan salah satunya sudah ada di Prolegnas. Di Prolegnas kalau saya tidak salah, termasuk UU Pemilu dan UU Pilkada," katanya.
Sebelumnya, Ketua MPR RI, Ahmad Muzani mengaku akan mulai menggarap usulan presiden Prabowo Subianto yang mengusulkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) dipilih oleh anggota DPRD setempat.
Baca Juga: SIMBA dan RSB Bersatu, Raffi Ahmad Bidik Semifinal IBL 2025
"Kapan itu akan dilakukan? sebagai kajian awal kita akan lakukan di tahun 2025," kata dia usai menghadiri acara ICMI di Bogor, Minggu 15 Desember 2024.
Ia menyebut, pemilihan Pilkada yang dilakukan oleh DPRD merupakan upaya menjaga demokrasi Indonesia untuk terus menuju yang lebih baik.
"Nah saya kira perbincangan selama ini kan adalah apakah jalan demokrasi yang kita pilih selama ini sudah seperti yang kita harapkan, atau ada perlu penyempurnaan. Karena nyatanya, demokrasi sebagai sebuah jalan sudah kita anggap sesuai sudah bener," kata dia.
"Tapi caranya ada yang bilang terlalu mahal ada yang bilang terlalu ribet," lanjutnya.
Ia mengaku, kasus pada Pilkada kemarin, banyak para peserta Pilkada yang mengaku biaya menjadi kepala daerah di tingkat Kabupaten/kota hingga provinsi mahal.
"Nah dalam kasus Pilkada kemarin, hampir semua peserta pilkada mengatakan mahal, baik yang menang maupun kalah. Itu sebabnya demokrasi kita menjadi terlalu mahal," jelas dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Puncak Membara! Warga Korban PHK Siap Gugat Presiden, Janji Menteri Hanif Faisol Cuma Angin Surga?
-
Mengapa Truk Box Itu Gagal Menanjak? Misteri Penyebab Rem Blong di Tanjakan Ciampea Renggut Nyawa
-
Bentrok Kepentingan Tanah Desa vs Utang BLBI, Mendes Yandri Desak Keputusan Berani Pemerintah
-
Membongkar Strategi CIMB Niaga Bogor: Bukan Hanya Pinjaman, Tapi Garansi Bisnis Berkelanjutan
-
Lelang Tanah 800 Hektare Akibat 'Dosa Masa Lalu': Dua Desa Kuno di Bogor Jadi Tumbal Skandal BLBI