Andi Ahmad S
Jum'at, 05 Desember 2025 | 22:15 WIB
Ilustrasi MBG. [Suara.com/Alfian Winanto]
Baca 10 detik

Masyarakat didorong melakukan urban farming dan beternak mandiri untuk menjaga stabilitas pasokan bahan baku Program Makan Bergizi Gratis serta mengatasi potensi kelangkaan pangan akibat tingginya permintaan dapur operasional.

Pemerintah Daerah perlu mengoordinasikan potensi komoditas spesifik tiap desa guna menciptakan penyangga bahan baku yang efektif, memperpendek rantai distribusi, dan mendukung keberlanjutan pasokan pangan bergizi secara nasional.

Program MBG membuka peluang besar bagi pelaku UMKM untuk menjadi pemasok, meningkatkan taraf hidup masyarakat, serta memicu perputaran ekonomi daerah yang signifikan melampaui nilai APBD provinsi tertentu.

SuaraBogor.id - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang kini berjalan masif di seluruh Indonesia ternyata bukan hanya soal misi sosial, tetapi juga membuka keran ekonomi baru bagi masyarakat.

Dengan berdirinya lebih dari 15 ribu dapur Badan Gizi Nasional (BGN), permintaan terhadap komoditas pangan seperti sayur, telur, dan buah-buahan melonjak drastis. Fenomena ini di beberapa daerah bahkan sempat memicu kelangkaan dan kenaikan harga.

Melihat tantangan sekaligus peluang ini, BGN mengajak masyarakat, khususnya generasi muda dan keluarga di perkotaan maupun desa, untuk terjun langsung menjadi bagian dari rantai pasok. Solusinya kekinian dan ramah lingkungan Urban Farming.

Wakil Kepala BGN, Sony Sonjaya, menekankan pentingnya peran aktif warga dalam forum lintas sektor di Serpong, Banten, Senin (24/11/2025). Menurutnya, keterlibatan masyarakat adalah kunci stabilitas pasokan.

“Pelibatan masyarakat akan membantu pasokan bahan baku, seiring meningkatnya jumlah SPPG (Satuan Pelaksana Pelayanan Gizi),” kata Sony Sonjaya.

Konsep urban farming atau pertanian perkotaan tidak lagi sekadar hobi, melainkan solusi logistik yang efisien. Dengan menanam sendiri kebutuhan dapur MBG, ketergantungan pada pasokan dari luar daerah bisa ditekan.

“Urban farming atau bercocok tanam di halaman rumah bisa menjadi bagian dari solusi, agar daerah tidak terlalu bergantung pada rantai distribusi yang panjang,” ujar Sony.

Pemerintah Daerah (Pemda) pun didorong untuk menjadi dirigen dalam orkestrasi ini. Sony menyarankan strategi spesialisasi desa.

“Pemda dapat mengoordinasikan produksi sesuai potensi desa. Misalnya satu desa fokus menanam wortel, desa lain menanam pisang, dan desa berikutnya beternak ayam petelur atau pedaging. Dengan pola seperti ini, daerah memiliki penyangga bahan baku untuk memenuhi kebutuhan dapur MBG yang terus meningkat,” jelasnya.

Baca Juga: Pesan Menohok BGN: Bagaimana Program Sukses Kalau Sesama Pengelola Dapur Malah Dendam?

Respons positif datang dari para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Hampir 200 pelaku usaha yang hadir dalam forum tersebut melihat program ini sebagai tiket emas untuk scale up bisnis mereka. Rini Damayanti, Ketua DPC HIPMIKIMDO Kota Serang, menyambut antusias peluang kolaborasi ini.

“Sebagai pengusaha UMKM, kegiatan ini adalah kesempatan yang sangat besar dan berharga bagi kami untuk menaikkan level UMKM (semakin dihargai),” ujarnya.

Rini bahkan tak mau menyia-nyiakan waktu dan langsung bergerak cepat menyusun strategi agar anggotanya bisa menjadi pemasok resmi.

“Kami sangat berminat menjadi supplier dapur MBG karena dapat memperluas jangkauan dan meningkatkan kapasitas produksi kami sehingga memperbaiki taraf hidup,” kata dia.

Jangan anggap remeh dampak ekonominya. Asisten Daerah Provinsi Banten, Komarudin, membeberkan data yang mencengangkan. Perputaran uang dari program ini diprediksi bisa melampaui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Banten sendiri.

“Dapur MBG baru separo yang dibangun. Bila target 1300 dapur MBG terpenuhi, akan terjadi perputaran ekonomi senilai 12 trilyun rupiah, sementara APBD provinsi Banten hanya 11 trilyun rupiah,” ungkap Komarudin.

Load More