5 Pernyataan Habib Rizieq Marah Pesantren FPI Mau Digusur, Santri Diusir

Perintah pengosongan lahan pesantren tersebut dilayangkan melalui surat somasi pertama dan terakhir berkop PTPN VIII dengan nomor SB/11/6131/XII/2020.

Pebriansyah Ariefana
Kamis, 24 Desember 2020 | 07:55 WIB
5 Pernyataan Habib Rizieq Marah Pesantren FPI Mau Digusur, Santri Diusir
Habib Rizieq Shihab (LDTV)

SuaraBogor.id - Habib Rizieq marah Pesantren FPI atau Ponpes Agrokultural Markaz Syariah di Megamendung mau digusur. Bahkan santrinya mau diusir. 

Ponpes Agrokultural Markaz Syariah ada di Desa Kuta, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Selama ini pesantren itu dikelola Pimpinan FPI Habib Rizieq Shihab.

Pesantren itu dibangun di atas tanah milik PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Gunung Mas.

Tanah yang saat ini ditempati para santri Ponpes Agrokultural Markaz Syariah Megamendung itu berdiri di atas lahan kurang lebih 30,91 hektar.

Baca Juga:Ponpesnya di Megamendung Disomasi, Rizieq ke Negara: Gak Usah Bikin Gaduh

Habib Rizieq pun angkat bicara.

Berikut 5 pernyataan Habib Rizieq:

1. Diganggu

Ponpes Agrokulturan Markaz Syariah (Suara.com/Andi)
Ponpes Agrokulturan Markaz Syariah (Suara.com/Andi)

Pada unggahan video tersebut, pentolan FPI itu mengungkapkan, bahwa belakangan terakhir ponpesnya di Megamendung, Kabupaten Bogor, akan diganggu.

"Pesantren ini beberapa terakhir mau diganggu. Jadi ada yang mengganggu menggusur ini ponpes, mau tutup ini pesantren. Dan menyebar fitnah, katanya lahan ini menyerobot tanah negara," katanya dikutip SuaraBogor.id—grup Suara.com—dari cuplikan video unggahan Front TV, Rabu malam.

Baca Juga:Penghuni Pesantren Markaz Syariah Milik FPI Diusir, Ini Penyebabnya

2. Akui tanah punya PTPN

Ponpes Agrokultural Markaz Syariah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (Suara.com/Andi)
Ponpes Agrokultural Markaz Syariah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (Suara.com/Andi)

Ia mengakui, bahwa lahan di mana Ponpes Agrokultural Markaz Syariah berdiri, tanahnya bersertifikat Hak Guna Usaha (HGU) atas nama PTPN VIII milik salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Tanah ini sertifikat HGU-nya ya atas nama PTPN, salah satu BUMN. Itu tidak perlu kita pungkiri. Tapi tanah ini sudah 30 tahun lebih digarap masyarakat, tidak pernah ditangani kembali oleh PTPN," imbuhnya.

"Poin pertama sertifikat HGU itu milik PTPN, bukan hak milik. Tapi sudah 30 tahun lebih ini sudah digarap warga Lembah Nendeut dan Cipakancilan," sambungnya.

Namun ia menggarisbawahi, bahwa dalam Undang-Undang Agraria Tahun 1960 disebutkan, jika lahan kosong ditelantarkan dan digarap oleh masyarakat lebih dari 20 tahun lamanya, maka masyarakat berhak membuat sertifikat.

3. Klaim dibela petani

Pesantren FPI, Agrokultural Markaz Syariat (Suara.com/Andi)
Pesantren FPI, Agrokultural Markaz Syariat (Suara.com/Andi)

Sedangkan, tanah itu kata Habib Rizieq, sudah digunakan masyarakat 30 tahun lamanya, dan masyarakat berhak membuat sertifikat.

"Poin kedua, UU tentang HGU disitu disebut, sertifikat HGU tidak bisa diperpanjang atau akan dibatalkan jika lahan itu ditelantarkan pemilik HGU. Atau si pemilik HGU tidak menguasai secara fisik lahan tersebut. Itu Undang-Undang. Tanah ini milik HGU nya PTPN, betul. Tapi 30 tahun PTPN tidak pernah menguasai secara fisik, dan ini ditelantarkan dan tidak pernah berkebun lagi. Berarti HGU-nya seharusnya batal, dan ini untuk warga yang menggarap, untuk petani," ucapnya.

Imam besar FPI itu mengklaim, bahwa telah membayar kepada petani pengelola HGU itu. Dan dirinya tidak mau disudutkan, bahwa pihaknya merampas.

"Kami datang ke sini bayar kepada petani, bukan merampas, kami datangi petaninya, ada yang mau jual gak, saya ingin bangun ponpes di sini dan keluarga. Katanya petani nya Habib bayarin tanah kami kalau buat ponpes. Jadi mereka datang ada yang punya satu hektar, dua hektar datang. Mereka ke sini ada tanda tangan lurah, RT, RW, jadi tanah ini semuanya ada suratnya bukan merampas," klaimnya.

Ia menegaskan, pemerintah jangan berfikir bahwa masyarakat tidak tahu aturan UU-nya.

"Semuanya suratnya kami kumpulkan petani tersebut kami foto KTP-nya, dan ketika terima duitnya bahkan surat jual beli saya lapor ke Camat, ke Bupati waktu itu masih pak Rahmat Yasin. Setelah itu saya lapor ke Gubernur. Ini tanah HGU-nya memang milik PTPN, tapi masyarakat tidak merampas, mereka sebagai penggarap," akunya.

Lebih jauh, Habib Rizieq yang kini mendekam di Rutan Polda Metro Jaya, menyebut bahwa ia bahwa membeli tanah tersebut menggunakan uang pribadi. Bahkan ada juga uang pengikutnya.

4. Tanah wakaf

Pesantren FPI, Agrokultural Markaz Syariat (Suara.com/Andi)
Pesantren FPI, Agrokultural Markaz Syariat (Suara.com/Andi)

"Saya tidak beli dari pencuri, dan perampas dan rampok. Saya beli kepada petani yang baik warga di sekitar sini. Bagian penting lagi, ini saya beli dengan uang saya, uang keluarga saya, kawan-kawan saya, kerabat saya, dan sahabat, bahkan ada uang titipan umat. Dan semua mau mau dari saya kek, dari umat kek, semuanya ini wakaf untuk umat. Ini tidak ada tanah pribadi," klaimnya lagi.

Bahkan, ia berencana akan meluaskan lahan Ponpes Agrokultural Markaz Syariah di lahan PTPN VIII menjadi 100 hektar.

Saat ini pun, kata tersangka kerumunan di Megamendung dan Petamburan itu, yang saat ini berdiri sudah mencapai 80 hektar.

"Saya target 100 hektar tanah. Di sini Insya Allah akan berdiri Markaz Syariat, 80 hektar sudah milik Markaz Syariat. Sekali lagi tidak sejengkal tanah pun untuk saya atau putri saya, atau cucu atau menantu dan keluarga saya, tapi ini untuk umat. Jadi kalaupun saya buat rumah di sini ditempati, kalau saya gak mau lagi urus Markaz Syariat, saya akan keluar, gak boleh saya tinggal di sini. Karena ini wakaf untuk umat," jelasnya.

Di samping itu, Habib Rizieq menyebut di Ponpes Agrokultural Markaz Syariat tersebut juga banyak kitab-kibat yang dibelinya sendiri.

Ia menyebutkan, ada puluhan ribu judul yang dikumpulkan sejak ia masih sekolah.

"Ini kitab juga saya beli, ada puluhan ribu judul saya kumpulkan sejak saya sekolah, saya dulu dapat beasiswa, saya kumpulkan separo untuk keluarga separo lagi untuk buat kitab," jelasnya lagi.

"Dan saat ini ada 270 karton belum ke bawa dari Mekah, untuk apa? Ini bukan untuk saya pribadi, bukan untuk cucu saya dan keluarga saya dan anak saya. Tapi ini untuk umat di ponpes. Siapapun boleh untuk baca," sambungnya.

5. Akan memperrtahankan

Pesantren FPI, Agrokultural Markaz Syariat (Suara.com/Andi)
Pesantren FPI, Agrokultural Markaz Syariat (Suara.com/Andi)

Jika ada yang mau mengusik lahan berdirinya Ponpes Agrokultural Markaz Syariat, kata Habib, pihaknya akan mempertahankan, karena ini milik umat dan bukan pribadi.

"Saya sampaikan kepada pemerintah. Kalau memang pemerintah lahan ini untuk diambil oleh negara, kami tidak akan menolak. Silakan kapan saja, kalau memang merasa ini tanah negara. Tapi tolong kembalikan semua uang yang sudah dikeluarkan umat supaya untuk membuat lahan di tempat lain dan membangun yang sama," cetusnya.

"Tapi kalau seenaknya merampas, diam atau lawan, diam atau lawan. Lawan!. Kita beli kan beli bukan pakai daun tapi pakai duit," sambungnya.

Ia juga mengaku, mendapatkan informasi dari warga dan Kepala Desa Kuta pada 2017 silam, bahwa ada mengaku dari pihak kepolisian agar membuatkan surat laporan kaitan berdirinya Ponpes Agrokultural Markaz Syariat yang merampas tanah milik negara.

"Tahun 2017 PTPN didatangi oleh oknum yang mengaku dari Polda. Mereka meminta supaya PTPN ini membuat laporan, seolah-olah kami di sini rampas tanah. Pihak PTPN sendiri bicara ke kami dan tidak mau, Markaz Syariat itu tidak merampas karena mereka menggarap kata PTPN. Beberapa warga di Pakancilan juga dipaksa bikin laporan atau jadi saksi, seolah-olah saya ini merampas tanah mereka, saya juga dapatkan laporan ini langsung dari lurahnya saat ini,” ujarnya.

"Saya katakan di sini ke negara, siapapun oknumnya, tidak usah bikin masalah lah, tidak usah bikin gaduh. Saya pulang bukan untuk bikin gaduh. Pesantren ini dibangun bukan untuk bikin gaduh, pesantren ini untuk mendidik umat," pungkas Habib Rizieq.

Informasi yang didapat, perintah pengosongan lahan pesantren tersebut dilayangkan melalui surat somasi pertama dan terakhir berkop PTPN VIII dengan nomor SB/11/6131/XII/2020, tertanggal 18 Desember 2020.

Kontributor : Andi Ahmad Sulaendi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini