Sudah 76 Tahun Merdeka, Dua Desa di Cianjur Masih Terisolasi

Miris mungkin, hampir setiap hari warga harus melintasi Sungai Cibuni dengan sebuah rakit yang terbuat dari bambu dan dikerek dengan sebuah tali baja di Cianjur.

Andi Ahmad S
Jum'at, 13 Agustus 2021 | 19:45 WIB
Sudah 76 Tahun Merdeka, Dua Desa di Cianjur Masih Terisolasi
Sejumlah warga saat menyebrangi sungai Cibuni dengan menaiki rakit bambu [Suarabogor.id/Fauzi Noviandi]

SuaraBogor.id - Dua desa di Cianjur terisolasi. Padahal, Indonesia sudah 76 tahun merdeka. Dua desa terisolasi di Cianjur itu yakni Desa Sukakerta dan Desa Sukakerta, Kecamatan Kadupandak, Kabupaten Cianjur.

Miris mungkin, hampir setiap hari warga harus melintasi Sungai Cibuni dengan sebuah rakit yang terbuat dari bambu dan dikerek dengan sebuah tali baja di Cianjur.

Rakit tersebut merupakan salah satu alat penghubung warga di Desa Sukakerta, Desa Sukarjaha, Kecamatan Kadupandak dan Desa Bojonglarang Kecamatan Cijati, Cianjur, untuk melakukan segala aktifitas sehari - harinya.

Walau pun rakit itu sudah puluhan tahun digunakan warga dari tiga desa untuk beraktifitas. Namun bagi Deni (37) asal warga Kampung Cidadap, Desa Sukarja, yang memutuskan untuk menjadi seorang pengerek Rakit disalah satu Sungai Terpanjang di Cianjur tersebut baru selama dua tahun.

Baca Juga:Lima Santri di Cianjur Terseret Ombak, Satu Orang Hilang

Sebelumnya Deni merupakan seorang petani, namun atas kepeduliaannya, dan saat itu yang menarik rakit sudah lanjut usia, sehingga dirinya memutuskan untuk mengganti para penarik rakit yang sudah tua secara sukarela.

"Sebenarnya penarik rakit bambu, untuk menyebrangkan warga siapa juga boleh, dan dilakukan secara sukarela, karena tidak ada bayaran atau tarif yang ditentukan," kata Deni pada SuaraBogor.id saat diwawancarai diatas rakit, Jumat (13/8/2021).

Dalam mengantarkan warga yang melakukan aktifivtas sehari-hari, terdapat empat orang penarik rakit bambu berukuran sepanjang 10 meter dengan lebar sekitar satu meter, untuk menyebrangi Sungai selebar 100 meter.

Namun Deni dan rekan-rekannya tersebut, tidak matok atau menentukan harga bagai warga yang menaiki rakit tersebut. Warga hanya membayarnya dengan seiklasnya saja, bahkan ada juga yang membayarnya dengan hasil bumi.

Sejumlah warga saat menyebrangi sungai Cibuni dengan menaiki rakit bambu [Suarabogor.id/Fauzi Noviandi]
Sejumlah warga saat menyebrangi sungai Cibuni dengan menaiki rakit bambu [Suarabogor.id/Fauzi Noviandi]

"Kalau dipatokan kasian juga warga, karena sebelumnya juga saya meresakan sangat penting sekali dengan rakit itu. Kalau air sungai sedang tinggi satu kali menyebarangkan warga paling besar kita dapat uang Rp 20 ribu, paling kecil sekitar Rp 5 ribu," katanya.

Baca Juga:Polda Metro Jaya Klaim 98,1 Persen Warga Jakarta Sudah Vaksin Dosis Pertama

Dalam satu minggu dirinya, paling besar bisa mendapatkan uang senilai Rp 400 ribu, belum dipotong untuk biaya perawatan atau pembuatan rakit baru sebesar Rp 200 ribu.

"Dalam satu minggu ada empat orang yang menarik rakit, setiap penghasilan perpekannya, disisilan untuk biaya perawatan saling, atau kastrol penarik dan pembuatan rakit baru, yang mencapai Rp 2 juta. Rakit bambu ini hanya bisa digunakan selama empat bulan," jelasnya.

Deni mengisahkan, dimusim hujan ketinggian dapat mencapai setinggi 5 meter dari dasar sungai. Dan tidak jarang banyak warga dan kendaraan yang terbawa hanyut karena arus yang kuat. Namun tidak pernah ada korban jiwa.

Sedangkan lanjut dia, dimusim kemarau, ketinggian Sungai hanya mencapai sebetis pria dewasa, dan rakit tidak bisa ketepi sungai, sehingga warga terpaksa harus diturunkan ditengah sungai.

"Kalau musim kemarau seperti saat ini, rakit hanya bisa sampai ditengah, warga yang mau naik, atau pun yang turun terpaksa harus menyebrangi sungai dengan jalan kaki," jelasnya.

Walau pun masih pendapatannya selama menjadi pengerek rakit bambu, namun ia masih bersyukur karena dapat menafkahi keluarganya, serta menyekolahkan anak - anaknya.

Selain itu, Deni mengatakan, hingga saat ini perhatian dari pemerintah desa setempat, untuk membantu biaya perawatan rakit pun belum pernah ada. Padahal rakit tersebut sering digunakan warga yang berasal dari tiga desa.

"Jangankan Pemkab Cianjur, pemerintah desa setempat pun belum pernah membantu kami untuk membantu biaya perawatan rakit atau membuarnya yang baru," jelasnya.

Ia mengatakan, sudah beberapa kali calon Bupati, Wakil Bupati dan Caleg yang sudah berjanji akan segera membangun jembatan. Namun pada kenyataanya hingga kini belum terealisasi.

"Sempat ada yang datang, ke sini dari Dinas PUPR, tapi selanjutnya tidak ada pengukuran atau langlaj selanjut. Jadi jangan datang kesini saat pas mau dipilih saja ketika menjadi calon Bupati atau DPRD," jelasnya.

Oleh karena itu, Deni dan rekan - rekannya serta warga ditiga desa tersebut, berharap pemerintah bisa segera membangun jembatan, agar segala aktifitas warga tidak ada kendala.

"Kita cuman butuh pembuktiaam yang benar terasa, bukan janji janji saja, karena ini memeng harus segera dibangunkan jembatan, sebab ini satu satunya akses, kalau pun ada itu jaraknya sangat jauh," ujarnya.

Kontributor : Fauzi Noviandi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini