SuaraBogor.id - Para petani ikan di Desa Cikidangbayabang, Kecamatan Mande, Cianjur mendadak rugi, akibat ribuan ikan mati mendadak pada Senin (27/9/2021) kemarin.
Akibatnya, para petani ikan di Cianjur itu merugi puluhan juta rupiah. Kematian ikan yang diperkirakan seberat 2,5 ton itu berangsur-angsur terjadi, mulai Minggu (26/9/2021) siang sampai dengan Senin (27/9/2021) pagi.
Dugaan sementara, ikan yang mati itu disebabkan air keruh yang datang dari Sungai Cisokan.
Terpantau, ikan yang berukuran kecil mengambang mati, sedangkan untuk ikan yang berukuran besar baru muncul ke permukaan pada malam hari hingga pagi hari.
Baca Juga:Terungkap! Saksi Sebut Adam Beli Babi di Puncak Cianjur
Ribuan ikan mas tersebut sudah diambil para petani dari kolam jaring apung. Kondisi air dari Sungai Cisokan yang keruh, akibat hujan deras di bagian hulu diduga menjadi penyebab kolaps dan matinya ikan mas.
Ribuan ikan yang mati mendadak tersebut merupakan milik Duleh (38), Utep (40), H Jampang (40), dan Endan (40). Rata-rata per orang menderita kerugian masing-masing di atas Rp10 juta.
Para petani mengatakan, ikan mas memang kondisinya sangat lemah dibanding dengan ikan nila. Ikan mas memerlukan air yang jernih, jadi jika datang air keruh dari Sungai Cisokan, maka ikan akan cepat mati.
“Sudah risiko kalau menanam ikan mas di kolam. Dibandingkan ikan nila, kalau ada perubahan air seperti ini lebih kuat,” ujar seorang petani ikan, Utep mengutip dari Cianjurtoday -jaringan Suara.com, Selasa (28/9/2021).
Utep mengatakan, kolam miliknya ia bagi dengan milik Duleh. Nahas, tahun ini, ia tak bisa mempunyai untung besar karena kematian ratusan ikan mas ini.
Baca Juga:Bentrok Tewaskan Satu Orang, Pemkab Cianjur Kumpulkan Seluruh Ormas dan OKP
“Jadi, risiko kalau kolam yang dekat pinggir daratan ya seperti ini. Rata-rata kolam yang berada di pinggir daratan ini milik para petani yang bekerja untuk kolam orang lain,” jelas Utep.
Seorang petani ikan lainnya, Duleh mengatakan, semua ikan yang mati terkadang tak bisa dijual. Jadi, harus diangkat dari kolam dan dibuang karena bisa menjadi busuk dan menimbulkan penyakit untuk ikan yang lain.
Baginya, resiko kematian ikan merupakan hal yang paling merugikan. Namun, kebanyakan para petani menyadari jika menanam ikan dekat daratan sangat berisiko tinggi.
“Mau bagaimana lagi, kita tak bisa melawan alam. Kita sudah menjaga sebaik mungkin dan kalau ada musibah seperti ini tak bisa berbuat banyak lagi,” ucap Duleh.
Sementara itu, Kepala UPTD Perairan Umum Cianjur, Budi Prayatna mengaku, belum bisa memastikan nilai kerugian termasuk jumlah petambak yang terdampak.
“Masih didata di lapangan. Memang, sejak pertengahan September sudah ada laporan,” ungkap Budi.
Dirinya menjelaskan, perubahan cuaca menjadi penyebab kejadian ini. Ditambah, kondisi air yang surut dan adanya pendangkalan.
“Jarak antar keramba itu idealnya 50 meter, karena air yang surut sekarang jadi berdekatan,” jelas Budi.
Selain itu, Budi mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan para ketua kelompok petambak dan memberikan arahan.
“Tapi, sebenarnya mereka (petani) sudah pada tahu apa yang harus dilakukan, karena kondisi ini terjadi setiap tahun,” tutup Budi.