Soroti Kasus Heru Hidayat, Haris Azhar Sebut Hukuman Mati Akan Dibatalkan Jika...

Salah satu faktor pelarangan hukuman mati karena bentuk hukuman tersebut sering digunakan untuk represi

Andi Ahmad S
Rabu, 08 Desember 2021 | 17:38 WIB
Soroti Kasus Heru Hidayat, Haris Azhar Sebut Hukuman Mati Akan Dibatalkan Jika...
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya Heru Hidayat menyimak keterangan saksi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (20/7/2020). [Antara]

SuaraBogor.id - Kasus korupsi pengelolaan dana investasi PT Asabri yang menjerat Heru Hidayat mendapatkan sorotan dari berbagai pihak. Diketahui tersangka itu dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar mengatakan, tuntutan hukuman mati oleh JPU akan batal.

Dia menjelaskan, dalam studi-studi para ahli hukum dan HAM, salah satu faktor pelarangan hukuman mati karena bentuk hukuman tersebut sering digunakan untuk represi dan digunakan menakuti orang yang dituduh melakukan kejahatan dalam hal ini korupsi.

“Saya ikuti penanganan kasus ini, ada banyak keanehan dalam penyitaan aset, dimana banyak aset pihak ketiga dirampas tanpa ada kejelasan hubungan dengan kejahatan yang dituduhkan," katanya, menyadur dari Wartaekonomi -jaringan Suara.com, Rabu (8/12/2021).

Baca Juga:Bagaimana Aturan Hukuman Mati Bagi Koruptor di Indonesia?

"Kita tahu bahwa kualitas kerja institusi penegak hukum dan aparatnya masih banyak celah negatif. Apalagi penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh BPK ditengarai tidak dilakukan secara independen dan cermat," ucapnya.

Untuk itu, ia mengatakan wacana dan pelaksanaan hukuman mati tidak bisa diterapkan ketika sebuah institusi, kebijakan (pemidanaan) dan pelaksanaan kerjanya masih buruk, korup, bisa dibeli atau menerima pesanan dari pihak tertentu. “Kejaksaan bukan taman eden yang orang-orangnya lurus bekerja dan tak kenal godaan,” jelas dia.

Alasan Jaksa Tuntut Hukuman Mati Heru Hidayat

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung menilai Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat yang dituntut hukuman mati, tidak punya empati saat melakukan tindak pidana korupsi pengelolaan dana PT Asabri (Persero).

"Terdakwa tidak punya sedikit pun empati dengan mengembalikan hasil kejahatan, bahkan sebaliknya berlindung di dalam perisai bahwa transaksi di pasar modal adalah perdata yang lazim dan lumrah," kata Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung Budiman, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (6/12/2021) malam.

Baca Juga:Profil Heru Hidayat, Bos yang Dituntut Hukuman Mati dalam Kasus Asabri

Jaksa menuntut Heru Hidayat dengan hukuman mati, karena dinilai terbukti melakukan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 22,788 triliun dari pengelolaan dana PT Asabri (Persero) serta pencucian uang.

"Terdakwa mendapat keuntungan senilai Rp 12,434 triliun yang di luar nalar kemanusiaan dan mencederai rasa keadilan masyarakat," ujar jaksa.

Sedangkan penyitaan yang dilakukan jaksa terhadap harta benda Heru Hidayat adalah sejumlah sekitar Rp 2,434 triliun. Sementara kerugian yang dibebankan kepada Heru Hidayat mencapai Rp 12,643 triliun.

"Terdakwa adalah terpidana hukuman seumur hidup berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung dalam perkara tindak pidana korupsi Jiwasraya yang juga bernilai kerugian negara yang fantatastis yaitu Rp 16,807 triliun dengan atribusi yang dinikmati terdakwa adalah Rp 10,78 triliun," ujar jaksa.

Jaksa pun menyebut perbuatan Heru Hidayat mencabik-cabik rasa keadilan dan tidak punya rasa takut.

"Terdakwa juga tidak menunjukkan rasa bersalah dan melakukan dua perbuatan korupsi, yaitu korupsi Jiwasraya dan Asabri, dengan satu niat dalam waktu yang berbeda yaitu Asabri 2012-2019 dan Jiwasraya pada 2008-2018," kata jaksa.

Heru dinilai terbukti melakukan perbuatan dalam dua dakwaan, yaitu dakwaan pertama Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa termasuk extra ordinary crime yang berbahaya bagi integritas bangsa; perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme; akibat perbuatan terdakwa adalah kerugian negara yang mencapai Rp 12,643 triliun. Sedangkan penyitaan aset-aset terdakwa hanya Rp 2,434 triliun; terdakwa adalah terpidana seumur hidup perkara Jiwasraya yang merugikan negara Rp 16,807 triliun," kata jaksa.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini