SuaraBogor.id - Kasus pelecehan seksual saat ini tengah menjadi perbincangan hangat di media sosial, seperti yang terjadi di Bandung belum lama ini diungkap pihak kepolisian.
Belum usai disitu saja, muncul juga kasus pelecehan seksual yang dilakukan seorang guru ngaji cabul di Depok, Jawa Barat baru-baru ini berhasil diungkap.
Kali ini, datang dari Bogor, adanya dugaan pelecehan seksual terjadi di salah satu Pondok Pesantren di Bogor, tepatnya di Kecematan Bogor Barat.
Aksi dugaan pelecehan seksual yang di alami seorang santriwati tersebut hingga saat ini belum diketahui identitas pelaku.
Baca Juga:Misteri Benda Asing di Sawah yang Resahkan Warga Akhirnya Terungkap
Orang tua korban, H Parlindungan Simorangkir menjelaskan, kronologi yang di alami putrinya sebut saja (Mawar) yang bercerita kejadian tersebut kepada orangtuanya setelah kembali ke rumah.
Mulanya, tidak ada perubahan yang aneh sejak Mawar siswa kelas 7 ini diantarkan masuk ke Ponpes pada 13 Agustus 2021 lalu.
Bahkah Mawar antusias menceritakan tentang teman-teman barunya di Ponpes kepada kedua orangtuanya tersebut.
Namun, perubahan baru mulai terlihat setelah Mawar diantarkan kedua orangtuanya ke sekolah dasar (SD) lamanya, untuk melakukan cap tiga jari pada 13 September 2021.
Disitu, Mawar terlihat lebih banyak berdiam diri, berbeda dengan kebiasannya sehari-hari. Saat ditanya kedua orangtuanya pun, santriwati ini menjawab tidak terjadi apa-apa.
Baca Juga:Fakta Baru Guru Ngaji di Depok, Cabuli Korban di Depan Murid Yang Lain Saat Pengajian
Kemudian, pada 27 Oktober 2021, kedua orang tua Mawar mendapati kabari dari pihak Ponpes bahwa putrinya mengalami sakit demam.
Pihak Ponpes menganjurkan kedua orangtuanya untuk menjemput Mawar, dengan maksud untuk dibawa berobat dan beristirahat di rumahnya dengan batas waktu selama lima hari.
Setelah kondisinya mulai membaik, dan mendapatkan perawatan dari kedua orangtuanya, kemudian orang tua Mawar pun berencana untuk mengantarkan anaknya lagi ke Ponpes pada 5 November 2021.
Namun, sebelum diantar ke Ponpes, Mawar bercerita kepada orangtuanya, pada saat mengalami sakit demam ia juga merasakan sakit di bagian dada hingga mengalami sesak.
Kemudian, kedua orangtuanya bertanya tentang penyakit yang dirasakan putrinya saat itu. Tak disangka, saat bercerita Mawar baru mengaku ke kedua orangtuanya bahwa ia diduga menjadi korban pelecehan seksual di Ponpes.
“Dari situ anak kami baru bercerita, bahwa sebelum dia sakit malamnya ada kejadian pelecehan seksual yang dialami anak kami,” kata orang tua Mawar, kepada wartawan belum lama ini.
Berdasarkan cerita anaknya, ayah korban menjelaskan, sekitar pukul 02:00 WIB dini hari, ada santri yang diam-diam masuk ke kamarnya.
Dalam posisi tertidur namun Mawar menyadari ada orang lain yang masuk kamarnya, karena ia merasakan tempat tidurnya bergerak seperti ada orang yang menginjak dan berjalan di kasurnya.
Ketika membuka mata, Mawar melihat sepintas ada seorang laki-laki yang kemudian berlari keluar dari kamarnya. Disitu, Mawar berpikir bahwa itu hanyalah mimpi semata dan kemudian melanjutkan tidurnya.
Namun tak berselang lama, Mawar kembali terbangun dari tidurnya karena merasa ada seseorang yang menarik pakaian dalamnya (BH) yang digunakannya dari arah depan.
Setelah terbangun, Mawar dibuat kaget karena ada seseorang yang berdiri di depannya lalu menepis lengan orang tersebut.
Belum sempat berteriak, Mawar melihat orang tersebut berjalan mundur sambil mengangkat sarungnya yang terlihat jelas kemaluannya, karena tidak menggunakan celana dalam.
“Sepintas anak saya melihat ciri-ciri orangnya itu rambutnya dikuncir dibagian atas, memakai kaos hitam dengan tulisan dibagian belakang dengan warna hitam dan putih serta memakai sarung warna hijau kotak-kotak,” ucap ayah korban
Setelah orang tersebut berlari keluar meninggalkan kamarnya, Mawar mencoba membenarkan baju yang dikenakannya. Tak disangka, kancing baju yang dikenakannya sudah terbuka hingga bagian perut.
Disitu, Mawar tidak berani untuk melanjutkan tidurnya. Dia hanya bisa menangis dan merasa ketakutan sambil menunggu teman-temannya terbangun.
“Jam 3.30 WIB teman-temannya udah ada yang mulai bangun, dan disitu karena merasa udah aman anak saya sempat tertidur sebentar,” imbuh dia.
Tak lama, dilanjutkan Ayah korban, anaknya dibangunkan rekan sekamarnya dengan tujuan mengajak salat Subuh bersama. Dari situlah, ia bercerita kepada rekannya atas kejadian yang dialaminya tersebut.
“Beberapa temannya juga ada yang mengaku melihat dan mendengar ada seseorang yang masuk lingkungan kamar santriwati," ungkap dia.
“Bahkan jendela kamar ada yang terbuka, lemari santriwati berantakan, ada jejaki kaki di luar bahkan ada yang kehilangan uang dan makanan," sambungnya.
Kemudian, para santriwati ini melaporkan kejadian yang dialaminya kepada salah satu pengajar yang ada di Ponpes tersebut.
“Setelah melapor anak saya dan teman-temannya dipanggil untuk dimintai keterangan. Setelah itu, mereka kembali beraktivitas dengan rasa was-was,” bebernya.
Bukannya mendapatkan ketenangan, selang beberapa hari ada pengumuman dari pihak Ponpes yang meminta para santriwati, khususnya kelas 7 agar tidak menceritakan kejadian dugaan pelecehan seksual tersebut kepada orangtuanya masing-masing.
Dengan alasan, persoalan ini tengah diurus pihak Ponpes agar tidak menjadi panik bagi santriwati lainnya.
Berdasarkan cerita itu orang tua Mawar langsung meminta bertemu dengan pimpinan Ponpes untuk membicarakan kejadian yang dialami anaknya tersebut.
“Sekitar tanggal 14 November akhirnya kami bertemu dengan salah satu pimpinan Ponpes, untuk mengadukan kejadian yang dialami anak kami. Kemudian disarankan untuk datang kembali tanggal 19 November untuk bertemu pimpinan Ponpesnya,” kata dia.
Karena merasa percaya pihak Ponpes akan memperketat pengawasan di lingkungannya, ia bersama istrinya mengantarkan lagi Mawar ke Ponpes untuk belajar seperti biasa pada 15 November. Sembari menunggu pertemuan dengan pimpinan Ponpes untuk membahas dan meminta pertanggungjawaban atas kejadian yang dialami anaknya.
Namun pada saat waktu pertemuan tiba, Parlindungan tidak mendapati pimpinan Ponpes hadir dalam pertemuan tersebut. Bahkan, karena ketidaktenangan ia bersama istrinya memutuskan untuk menjemput anaknya kembali pada 24 November.
“Kami tidak puas dan tidak menerima, karena sepertinya pihak Ponpes tidak menanggapi masalah anak saya dengan serius, maka kami menjemput anak kami kembali ke rumah,” imbuhnya.
“Kami juga berencana akan melaporkan kejadian ini ke Komnas HAM agar kasusnya terang benderang,” ujarnya.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan pihak ponpes belum mengajukan laporan kepada polisi.
Dari sisi lain hingga saat ini pihak Ponpes belum memberikan klarifikasi terkait masalah Mawar. Keluarga korban juga sudah melakukan somasi namun jawaban dari pihak Ponpes tidak sesuai.
Kontributor: Devina