SuaraBogor.id - Sebuah rumah di Kampung Langansari RT 06/19, Kelurahan Sayang, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur hampir ambruk karena telah dimakan usai dan tampak sangat tidak lanyak huni.
Di rumah yang sudah lusuh itu, ditinggali U. Mudrikah (49) dan ke empat orang anaknya, yaitu Alpandi (20), Adnan (19), Tya (12), dan Anjana (7).
Hampir setiap harinya, keempat orang anak harus mandiri untuk mengurusi segala kebutuhannya. Karena ditinggal sang ayah untuk bekerja serabutan yang pergi pagi dan pulang malam untuk menghidupi keempat anaknya.
Sedangkan ibu kandung mereka telah meninggal dunia. Tidak jarang mereka harus menahan rasa lapar hingga sang ayah pulang mencari rezeki. Penghasilan U. Mudrikah, hanya cukup untuk makan sehari-hari. Belum mampu untuk memperbaiki rumah mereka.
Baca Juga:Miris Sekali 1.000 Kondisi Sekolah SD di Cianjur Rusak, Pemkab Didesak Segera Perbaiki Demi Siswa
Anak bungsu U. Mudrikah yaitu Anjana (7) tampak terbaring lemah dan dikabarkan sakit perut ditemani kakanya, Tya. Meski tinggal di rumah yang hampir roboh tampak Adnan tengah belajar dilantai.
Meskipun hidup dalam keterbatasan ekonomi, keempatnya berjuang untuk tetap bersekolah hingga ada yang duduk di perguruan tinggi dengan program beasiswa.
Kondisi rumah yang mereka tempati sangat jauh dari kata layak, bagian jendela depan hanya ditutupi plastik seadanya dan bagian bawah pintu depan rusak dan bolong.
Setiap malam, keempatnya harus tidur bertumpuk di atas kasur yang lusuh dan hanya satu televisi tabung yang menjadi hiburan mereka setiap harinya.
malam hari maka satu kasur yang berada di lantai depan televisi akan penuh karena semua anak tidur. Terkadang sang kakak mengalah dan tidur di lantai.
H Ismail (56) ketua DKM Masjid Riyadul Toyobin dan tokoh masyarakat, sering menyuruh keluarga Mudrikah untuk tidur di masjid jika terjadi hujan angin.
Baca Juga:Aksi Seorang Pria 22 Tahun di Cianjur Loncat dari Lantai 3 Tempat Hiburan, Nyawa Melayang
"Empat bersaudara, ibu mereka sudah telah lama meninggal saat anak bungsunya berusia dua bulan. Ayah mereka, hanya bekerja serabutan. Jangankan untuk merehab rumah, untuk makan sehari-hari saja mereka masih kurang dan masih mengandalkan bantuan tetangga," kata Ismail.
Alpandi (20), mengatakan dirinya dapat meneruskan sekolah hingga ke pergutuaan tinggi setelah mendapat beasiswa di STISNU. Untuk membantu sehari-hari ayahnya ia mengajar mengaji anak-anak.
"Saya dapat beasiswa sedang kuliah di STISNU, sehari-hari paling saya mengajar mengaji untuk membantu ayah," ucapnya
Terkadang hampir setiap hari, Alpandi memasak beras, untuk adik-adiknya, itu pun apabila mereka memilikinya, jika tidak mereka harus menunggu sang ayah pulang bekerja untuk membeli beras.
"Alhamdulilah sudah makan hari ini, namun stok beras habis, saya menunggu ayah pulang," ujar Alpandi.
Tidak hanya rumah yang sudah lusuh, toilet yang terdapat sumur dan jadi tempat mandi, kondisinya sudah ambruk, bahkan jika terjadi hujan, air sering masuk dan merendam rumah milik Bapak U. Mudrikah.
Kontributor : Fauzi Noviandi