SuaraBogor.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bogor merespons adanya aksi perempuan bercadar yang coba menerobos masuk ke Istana Negara dan menodongkan senjata api ke Paspampres pada Selasa (25/10/2022) di Jakarta.
Ketua Komisi Ukhwah Islamiah, KH Khotimi Bahir menyebut aksi perempuan itu diduga dari kelompok takfiri atau kelompok yang mudah menghakimi seseorang kafir.
"Kalau kita melihat modus-modus seperti ini, ini kan sebenarnya persis seperti pola-pola yang sudah pernah terjadi," kata dia, kepada Suarabogor.id, Selasa (25/10/2022).
"Cara berpakaiannya, kemudian gestur tubuhnya, cara melakukan aksinya, ini kan mirip. Untuk sementara kita bisa melihat ini adalah teror, bisa secara perorangan bisa juga ada jaringan. Ini kan musti diselidiki," paparnya.
Baca Juga:Heboh WhatsApp Down, Warga Bogor: Alhamdulillah Pulih Kembali, Padahal Baru Aja Mau Download Michat
Namun, dirinya tidak semena-mena menghakimi wanita itu sebagai kelompok tersebut. "Ini kan masih proses penyelidikan," paparnya.
Kendati demikian, dirinya menyampaikan bahwa aksi tersebut jangan sampai dianggap remeh. Sebab, kata dia, seseorang yang sudah berani melakukan aksi membahayakan itu biasanya dilatarbelakangi oleh pemahaman atau doktrin yang sudah melekat pada pelaku.
"Biasanya, kalau pola-pola yang sudah ada, ketika ada yang nekat seperti ini, ini diduga oleh doktrin yang kuat. Gak mungkin kalau doktrinnya tidak kuat, dia akan nekat, karena risiko nya besar. Ini biasanya doktrin yang berbasis agama," tuturnya.
Faksi-faksi Kelompok Takfiri dalam Bernegara
Ia menyebut, kelompok takfiri dalam melakukan kehidupan bernegara itu dibagi ke dua faksi yakni kelompok takfiri yang sama sekali menjauhi kenegaraan dan faksi yang terlibat langsung dalam bernegara.
Baca Juga:Wanita Bercadar Terobos Istana, Denny Siregar: Kalau Kena Doktrin, Lebih Ganas dari Pria
"Pertama, ada takfir sampai masuk ke dalam persoalan ketatanegaraan, menganggap segala sesuatu yang menurut pandangannya tidak berdasarkan hukum agama. Maka itu kafir," ungkapnya.
Sementara, kelompok takfiri kedua adalah yang masuk dalam konstitusi negara atau terlibat langsung dalam berpolitik.
"Kelompok kedua itu yang kemudian masuk ke ranah konstitusi negara, itu ada yang berbasis partai, ada yang tidak berbasis partai. Kalau berbasis partai, kita mengenal akarnya di timur tengah, ada ikhwanul muslimin," ungkapnya.
Kelompok kedua ini, kata dia, mereka berusaha merubah sistem kenegaraan yang sudah ada.
"Mereka berusaha merubah, sistem yang ada, yang tadinya (dianggap) kafir menjadi tidak kafir, tapi lewat pendirian partai politik. Ikut bertarung (dalam politik)," paparnya.
Oleh karenanya, ia mengimbau kepada seluruh masyarakat agar benar-benar teliti dalam mendalami ilmu agama agar tidak terkondrin dengan ilmu yang tidak sesuai dengan kondisi kenegaraan.
"Pertama, tentu saya imbau masyarakat untuk cerdas memahami isu agama. Kedua, jangan berhenti mengaji dan menambah ilmu pengetahuan, perluasan terus wawasan. Ketiga, hindari pengajian eksklusif yang merasa paling benar sendiri, merasa paling berpegang pada sunnah, dan merasa semua orang di luar kelompoknya itu ahli bidah dan kafir. Karena ini akan merusak gerakan, pemikiran dan akidah," pungkasnya.
Kontributor: Egi Abdul Mugni