“Pesawat berbelok ke kiri yang seharusnya ke kanan sementara kemudi miring ke arah kanan dan karena kurangnya monitor menimbulkan asumsi bahwa pesawat belok ke kanan sehingga tindakan pemulihannya tidak sesuai,” lanjut dia.
Terakhir, Cahyo menuturkan kecelakaan itu tak terlepas dari belum adanya aturan panduan mengenai upset prevention and recovery training (UPRT) yang mempengaruhi proses pelatihan oleh maskapai terhadap pilot.
“Kesimpulan terakhir karena belum adanya aturan panduan tentang upset prevention and recovery training (UPRT) berpengaruh terhadap proses pelatihan yang diberikan oleh maskapai untuk dapat menjamin kemampuan dan pengetahuan pilot dalam mencegah dan memulihkan kondisi upset,” ujarnya.
“Kondisi upset adalah kondisi di mana pesawat mengalami posisi yang tidak diinginkan, menukak terlalu tinggi, menukik terlalu tajam atau berbelok terlalu besar. Untuk pemulihan ini tidak bisa dilakukan secara efektif dan tepat waktu,” sambungnya.
Baca Juga:Misteri Tragedi Jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182 Terkuak, Ini Hasil Investigasi KNKT
Hasil investigasi ini disampaikan KNKT dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi V DPR di ruang rapat Komisi V DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/11/2022).
Hadir dalam rapat Plt Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto, Ketua Sub-Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo, dan Dirut Sriwijaya Air Anthony Raimond Tampubolon.