SuaraBogor.id - Elektabilitas bakal calon Wali Kota Bogor Raendi Rayendra alias Dokter Rayendra terpaut tipis jika dibandingkan dengan elektabilitas calon petahana, Dedie A Rachim alias Didie Abdu Rachim.
Data elektabilitas bakal calon Wali Kota Bogor yang bakal berkontestasi pada Pilkada 2024 di antaranya, Dokter Rayendra dan Didie A Rachim itu berdasarkan survei Lembaga Studi Visi Nusantara atau LS Vinus.
Berdasarkan survei LS Vinus, Dokter Rayendra berpeluang menyalip petahana, Dedie A Rachim di Pilkada 2024 Kota Bogor.
Survei LS Vinus menggunakan metode cluster random sampling dengan melibatkan 800 responden yang tersebar di 68 kelurahan se-Kota Bogor.
Jumlah responden setiap kecamatan dan kelurahan berbeda disesuaikan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada daerah masing-masing, dengan teknik pengambilan data bertatapan langsung bersama responden melalui metode kontrol dokumentasi setiap aktifitas mewawancara disertai tag lokasi.
Founder LS Vinus, Yusfitriadi mengatakan, pada survei kali ini ia menggunakan kuisioner terbuka dan memakai instrumen tertutup. Sehingga responden tinggal menceklist nama-nama bakal calon wali kota dan wakil wali kota.
Bila pada survei sebelumnya elektabilitas Dedie A Rachim sangat dominan dibanding bacalon lainnya. Pada survei kali ini, Dedie cenderung menurun dan berpotensi disalip Dokter Rayendra.
"Dedie berada di angka 27 persen, sedangkan dokter Rayendra di angka 22 persen. Sementara Sendi Fardiansyah 11 persen. Dengan jangka waktu kurang lebih dua bulan sebelum pendaftaran pasangan cakada, dokter Rayendra berpotensi menyalip elektabilitas Dedie Rachim," kata Yusfitriadi dikutip dari metropolitan.id (Jaringan SuaraBogor.id).
Menurutnya, mengacu hasil survei tersebut, pada Pilkada 2024 Kota Bogor terdapat dua poros kekuatan yang berpotensi mengambil porsi calon wali kota, yakni Dedie A Rachim dan Dokter Rayendra.
Terlebih, jika Koalisi Indonesia Maju (KIM) akan terealisasi pada Pilkada 2024 Kota Bogor. Ia pun mejabarkan terdapat tiga calon yang merupakan representasi KIM.
"Dedie A Rachim, Sendi dan Aji Jaya saya melihatnya sebagai representasi dari KIM. Adapun Dokter Rayendra dan Atang merupakan reprsentasi di luar KIM. Sehingga Dedie A Rachim berpotensi disandingkan dengan figur yang teridentifikasi dari KIM," paparnya.
Sementara, Dokter Rayendra sangat berpotensi mengambil pendamping dari partai di luar Koalisi Indonesia Maju.
Kondisi ini dipertegas dengan informasi yang berkembang, baik Dedie A Rachim maupun Dokter Rayendra masing-masing sudah mengantungi satu tiket untuk bisa maju sebagai calon wali kota Bogor.
"Dedie A. Rachim sudah mengantungi tiket dari PAN, Demokrat, PSI yang keseluruhannya ada 9 kursi. Hal itu akan berlebih jika jika Partai Golkar dan Partai Gerindra bergabung. Begitupun Dokter Rayendra disebut-sebut sudah mendapatkan tiket dengan mengumpulkan lebih dari 10 kursi (PKB, PDIP dan PPP)," tuturnya.
"Jumlah itu akan kuat jika PKS dan partai-partai lain yang tidak bergabung dengan KIM ikut mendukung Rayendra. Sementara Sendi dan Aji Jaya, sampai saat ini belum terinformasikan partai mana yang sudah akan mendukungnya,” tambahnya.
Yus menilai, apabila melihat hasil survei simulasi pasangan calon, maka terlihat jelas masyarakat Kota Bogor menginginkan “head to head” antara Dedi A Rachim dan dokter Rayendra.
"Saat ini hanya tinggal variasi pada pilihan calon wakil wali kotanya yang masih sangat beragam. Jika salah satu pertimbangan DPP Partai dalam menjatuhkan rekomendasi adalah tingkat elektabilitas dalam bulan-bulan ini, maka hasil survei ini sudah sangat memberikan gambaran kepada siapa rekomendasi ini akan diberikan," jelasnya.
Terkecuali, sambung Yus, ada pertimbangan lain yang menjadi alasan DPP partai politik untuk merekomendasikan figur.
Lebih lanjut, Yus juga menyinggung soal PKS yang merupakan partai pemenang di Kota Bogor. Meski demikian, hingga kini kader internal, Atang Trisnanto belum mendapatkan elektabilitas yang memadai lantaran hanya berada di angka 4,75 persen.
“Konstelasi peta politik akan berubah jika, KIM tidak tereflikasi di Kota Bogor dan PKS mencalonkan sendiri. Namun dengan melihat elektabilitas masing-masing figur sampai saat ini, kondisi ini belum memungkinkan untuk merubah peta politik,” katanya.
Selain itu, sambung Yus, potensi perubahan peta politik juga bisa terjadi jika adanya kekuatan partai yang melakukan akrobat politik, seperti halnya Nasdem di Jawa Barat yang secara mengejutkan mengusung Ilham Habibie sebagai calon Gubernur Jawa Barat.