Berdasarkan ketentuan tersebut, pelaku pelanggaran dapat dikenai sanksi pidana hingga 12 tahun penjara atau denda maksimal Rp5 miliar.
BPOM lalu mengajak masyarakat dan pelaku usaha untuk aktif melaporkan dugaan pelanggaran terhadap produksi, peredaran, promosi, atau iklan OBA dan SK kepada BPOM melalui Contact Center HALOBPOM di 1500533 atau melalui kanal resmi lainnya.
Perkuat Pengawasan
Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, Sumatera Selatan memperkuat pengawasan obat dan makanan untuk mengantisipasi peredaran zat berbahaya bagi tubuh manusia.
Baca Juga:Bahaya Mengintai! Kemenkes dan BPOM Soroti Keamanan Pangan Program Gizi Gratis
Wakil Bupati OKU Selatan, Misnadi di Muaradua, mengatakan bahwa dalam rangka memperkuat pengawasan obat dan makanan pihaknya menggandeng BPOM Palembang, Sumsel.
"Kami melakukan penguatan kolaborasi lintas sektor demi menjamin keamanan produk konsumsi masyarakat," katanya.
Menurutnya, sinergi ini sebagai langkah konkret untuk melindungi masyarakat dari produk berbahaya, serta mendorong gaya hidup yang sehat.
Ia juga menegaskan komitmen Pemkab OKU Selatan dalam mendukung pengawasan, serta memperluas edukasi publik tentang pentingnya memilih produk yang aman, terdaftar, dan sesuai standar.
Sosialisasi tersebut dilakukan untuk membina produsen, penjual, dan konsumen agar merasa aman, nyaman, dan sehat dalam mengkonsumsi makanan dan obat-obatan.
Baca Juga:Emak-emak Cianjur Bakar Kios Obat Terlarang yang Masih Nekat Berjualan Usai Disegel Polisi
"Kami ingin memastikan makanan dan obat-obatan yang dikonsumsi masyarakat tidak berbahaya bagi tubuh manusia," tegasnya.
Kepala BPOM Palembang, Yani Ardiyanti menyampaikan, pembentukan tim pengawasan obat dan makanan di daerah perlu dilakukan untuk mengantisipasi peredaran zat berbahaya bagi tubuh manusia.
Pengawasan tersebut mencakup seluruh produk obat dan olahan pangan, termasuk dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk memastikan makanan yang diberikan aman dikonsumsi masyarakat.
"Terkait obat-obatan, di Sumsel penggunaan antibiotik tanpa resep dokter masih tinggi yakni sekitar 80 persen. Kami ingin bersama-sama menurunkan angka ini melalui pengawasan terpadu, termasuk dalam program MBG," ujarnya.