SuaraBogor.id - Di tengah sorotan publik terhadap kinerja legislatif, sebuah drama absensi kini membayangi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor.
Kursi milik Desy Yanthi Utami, anggota dewan dari Fraksi Partai Golkar, tercatat kosong dalam delapan hingga sebelas kali rapat paripurna. Tudingan "bolos kerja" pun mengemuka.
Menjawab isu yang semakin liar, Fraksi Golkar akhirnya pasang badan, membantah keras tudingan tersebut dan menegaskan bahwa sang legislator absen bukan karena mangkir, melainkan karena sakit.
Namun, Badan Kehormatan (BK) DPRD punya pandangan lain yang membuat kasus ini semakin pelik.
Baca Juga:Bolos 6 Bulan, Desy Yanthi Utami Masih Ditransfer Gaji dan Tunjangan dari DPRD Kota Bogor
Fraksi Golkar bergerak cepat untuk meredam spekulasi. Juhana, anggota fraksi yang juga duduk di Badan Kehormatan, menjadi juru bicara yang menepis kabar miring tersebut.
Ia menegaskan bahwa absensi Desy Yanthi Utami sepenuhnya didasari alasan kesehatan yang sah dan terdokumentasi.
"Yang jelas itu yang bersangkutan sakit dan BK juga sudah statement, ya intinya sakit, semua suratnya ada," kata Juhana kepada wartawan.
Menurutnya, narasi yang menyebut Desy "bolos" selama berbulan-bulan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Ia juga memastikan bahwa persoalan ini sudah ditangani secara internal oleh pimpinan fraksi dan DPD Golkar Kota Bogor, Rusli Prihatevy.
![Desy Yanthi Utami, anggota DPRD Kota Bogor dari Fraksi Partai Golkar, dilaporkan bolos 6 bulan terakhir dengan alasan sakit. tapi beredar videonya sedang asyik liburan. [dok/Partai Golkar]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/09/15/83487-desy-yanthi-utami-anggota-dprd-kota-bogor-dari-fraksi-partai-golkar-bolos.jpg)
"Tidak sesuai dengan keadaannya ya. Jadi, enggak seperti itu pemicunya (bolos), kondisinya dia sakit. Nah, sekarang masalahnya saya sedang Bimtek, dan yang bersangkutan (Desy) sedang sama ketua, sudah diurus semuanya," ujarnya.
Baca Juga:Desy Yanthi Utami Anggota DPRD Bogor Bolos 6 Bulan Alasan Sakit, Hartanya Rp2,6 M, Ada Video Liburan
Di sinilah letak inti permasalahannya. Meskipun Fraksi Golkar bersikukuh dengan "surat sakit", Badan Kehormatan DPRD memberikan sinyal bahwa dokumen tersebut bukanlah 'cek kosong' yang bisa membebaskan seorang anggota dewan dari semua aturan.
Ketua BK DPRD Kota Bogor, Safrudin Bima, mengonfirmasi data absensi Desy yang mencapai belasan kali. Ia memberikan pernyataan krusial yang menempatkan kasus ini dalam perspektif aturan main lembaga.
Menurut Safrudin, meskipun ada surat keterangan sakit yang sah, absensi yang terjadi secara berulang-ulang dalam rapat paripurna tetap berpotensi melanggar tata tertib dan kode etik DPRD.
Pernyataan ini menegaskan bahwa menjadi wakil rakyat bukan sekadar soal status, tetapi juga tentang kehadiran fisik dan partisipasi aktif dalam pengambilan keputusan yang menyangkut nasib warga Kota Bogor.
Kasus ini membuka sebuah dilema fundamental: di mana batas antara kondisi kesehatan pribadi seorang pejabat publik dan tanggung jawabnya kepada masyarakat yang telah memilihnya?
Di satu sisi, setiap individu berhak mendapatkan waktu untuk pemulihan saat sakit. Namun di sisi lain, kursi di DPRD bukanlah kursi biasa.
Itu adalah amanah yang menuntut dedikasi dan kehadiran untuk memperjuangkan aspirasi rakyat. Absensi berkepanjangan, apapun alasannya, akan menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas perwakilan di parlemen.
Kini, bola panas ada di tangan Badan Kehormatan untuk memutuskan apakah "surat sakit" yang diajukan cukup untuk menjustifikasi absensi beruntun, atau apakah aturan etik harus tetap ditegakkan demi menjaga marwah lembaga.