Sisi Penolakan Warga
Di sisi lain, sekelompok warga menolak keras pembangunan masjid ini. Alasan penolakan beragam, mulai dari kekhawatiran akan penyebaran paham keagamaan tertentu yang dianggap tidak sesuai dengan kultur lokal, hingga dugaan cacat prosedur dalam penerbitan IMB yang dinilai tidak melibatkan warga sekitar secara memadai.
Gesekan antara dua kubu inilah yang mendorong Pemkot Bogor untuk turun tangan dan menetapkan status keadaan konflik, sebuah langkah yang didasarkan pada UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Tujuannya adalah untuk mencegah eskalasi konflik menjadi bentrokan fisik yang lebih luas.
Dengan status quo yang diperpanjang tanpa batas waktu, semua harapan kini tertumpu pada proses mediasi. Namun, jalan ini diprediksi tidak akan mudah.
Baca Juga:Misteri Absensi Berbulan-bulan Terjawa, Anggota DPRD Bogor Desy Yanthi Ternyata Hamil Risiko Tinggi
Kedua belah pihak memiliki dasar argumen yang sama-sama kuat, satu berpegang pada supremasi hukum dan putusan pengadilan, sementara yang lain berpegang pada aspirasi dan stabilitas sosial di tingkat akar rumput.
Pemkot Bogor berada di posisi dilematis, terjepit antara kewajiban menjalankan putusan pengadilan dan tanggung jawab menjaga ketertiban umum.
Kebijakan perpanjangan status konflik ini bisa dilihat sebagai upaya mengulur waktu agar solusi damai dapat tercapai, namun juga bisa dianggap sebagai bentuk ketidaktegasan pemerintah dalam menegakkan hukum.