- Absensi Anggota DPRD Bogor karena Alasan Medis Serius
- Seluruh Prosedur Administratif Telah Ditempuh
- Klarifikasi Mematahkan Tuduhan dan Menyoroti Hak Privasi
SuaraBogor.id - Setelah menjadi subjek spekulasi dan sorotan tajam karena absensinya yang berkepanjangan, anggota Komisi I DPRD Kota Bogor, Desy Yanthi Utami, akhirnya buka suara.
Teka-teki di balik belasan kali ketidakhadirannya dalam rapat paripurna kini terjawab sudah, dan alasannya jauh dari tudingan bolos atau mangkir dari tugas.
Melalui perwakilannya, terungkap bahwa legislator dari Fraksi Partai Golkar ini tengah berjuang menghadapi kondisi medis serius yang berlanjut dengan kehamilan berisiko tinggi.
Klarifikasi ini disampaikan secara rinci oleh staf Desy, Arief Muhammad Rivai kepada wartawan.
Baca Juga:Kursi Kosong Saat Rapat Penting, Golkar Bogor Buka Suara Soal Anggota DPRD Diduga Bolos
Ia menjelaskan bahwa perjuangan kesehatan kliennya sudah dimulai sejak pertengahan April 2025. Seluruh prosedur administrasi terkait kondisinya pun telah ditempuh.
“Berdasarkan surat keterangan sakit dari RS Pondok Indah tertanggal 16 April 2025, bu Dea (panggilan Desy) diminta untuk tidak melakukan kegiatan di luar rumah dan menjalankan istirahat secara insentif karena adanya kondisi medis,” kata Arief.
Surat keterangan dokter tersebut, lanjutnya, telah disampaikan secara resmi kepada tiga pilar utama di DPRD Pimpinan Fraksi Partai Golkar, Badan Kehormatan (BK), dan Sekretariat DPRD.
Seiring berjalannya waktu dan proses pemulihan, sebuah kabar baru datang pada bulan Agustus 2025.
Di tengah perjuangannya melawan sakit, Desy mengetahui bahwa dirinya tengah mengandung. Namun, kabar bahagia ini datang dengan tantangan besar.
Baca Juga:Bolos 6 Bulan, Desy Yanthi Utami Masih Ditransfer Gaji dan Tunjangan dari DPRD Kota Bogor
“Seiring berjalannya waktu, selama proses penyembuhan ternyata diketahui bahwa bu Dea juga sedang mengandung dengan kondisi janin resiko tinggi,” ungkap Arief.
Kondisi ini memaksa Desy untuk kembali mendapatkan rekomendasi medis yang lebih ketat.
Pada 11 Agustus 2025, surat keterangan sakit kedua yang dikeluarkan oleh RS Pondok Indah kembali dikirimkan ke DPRD.
“Sehingga pada 11 Agustus bu Dea kembali mengirimkan surat keterangan sakit rekomendasi dokter agar bu Dea tidak melakukan aktivitas berat dan diminta untuk istirahat kembali,” jelasnya.
Salah satu alasan mengapa informasi ini tidak langsung terbuka ke publik adalah adanya hak privasi atas rekam medis.
Arief menegaskan bahwa pihaknya tidak bisa membeberkan secara detail jenis penyakit yang diderita Desy pada awalnya karena dilindungi oleh etika medis dan hak pasien.
“Namun dengan adanya hak privasi rekam medis, kami tidak bisa membeberkan kondisi apa yang dialami oleh bu Dea,” katanya.
Klarifikasi ini secara efektif mematahkan tudingan bolos dan mengubah narasi menjadi perjuangan seorang perempuan dan ibu di tengah tanggung jawabnya sebagai pejabat publik.
Ini juga membuka diskusi tentang betapa rentannya pejabat publik terhadap sorotan, bahkan saat mereka sedang menghadapi masalah kesehatan pribadi yang serius.