Pemblokiran Lahan BLBI di Sukaharja Mencekam, Tanah Warga dan Pemda Bogor Ikut Terseret

Kondisi ini menciptakan ketidakpastian hukum yang meresahkan dan berpotensi memicu konflik agraria berskala luas.

Andi Ahmad S
Kamis, 25 September 2025 | 13:49 WIB
Pemblokiran Lahan BLBI di Sukaharja Mencekam, Tanah Warga dan Pemda Bogor Ikut Terseret
Ilustrasi Kantor Desa di Bogor di ambang lelang [Gemini]
Baca 10 detik
  • Sengketa BLBI di Bogor BLBI dan Pemkab Bogor bersengketa soal lahan sitaan.

  • Perlunya Sinkronisasi Data DPKPP Bogor desak BLBI sinkronkan data untuk cegah salah sita.

  • Lindungi Lahan Warga/Pemda Sinkronisasi data penting untuk lindungi lahan warga dan Pemda yang sah.

SuaraBogor.id - Gelombang keresahan melanda Desa Sukaharja, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, menyusul aksi pemblokiran lahan besar-besaran oleh Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Isu sengketa lahan ini semakin memanas setelah Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Bogor mengungkapkan bahwa pemblokiran tersebut jauh melampaui target awal, menyeret serta lahan milik pemerintah daerah dan ribuan bidang tanah milik warga yang memiliki legalitas sah.

Kondisi ini menciptakan ketidakpastian hukum yang meresahkan dan berpotensi memicu konflik agraria berskala luas.

Pemulihan aset oleh BLBI, yang berakar dari krisis moneter 1998, sejatinya adalah upaya negara untuk mengembalikan kerugian akibat obligor nakal.

Baca Juga:Sengketa Lahan BLBI: DPKPP Bogor Gandeng BPN Demi Pastikan Aset Negara dan Warga Aman

Namun, di lapangan, proses ini kerap diwarnai kompleksitas data dan eksekusi. Di Sukaharja, DPKPP mendesak BLBI untuk segera berbagi data komprehensif terkait kasus penyitaan aset tanah yang diduga diagunkan oleh obligor Le Dermawan Chint Kiat alias H. Mardrawi, menyusul indikasi kuat adanya pemblokiran lahan yang tidak tepat sasaran.

Kepala DPKPP Kabupaten Bogor, Eko Mujiarto, secara tegas menyoroti bahaya pemblokiran yang tidak presisi.

Menurutnya, akurasi data adalah fondasi utama dalam setiap tindakan hukum, apalagi yang menyangkut hak atas tanah.

BLBI, kata Eko, harus memastikan setiap jengkal tanah yang diblokir dan disita adalah benar-benar aset milik pihak yang bersangkutan, bukan lahan milik entitas lain, apalagi warga biasa.

"Jangan sampai bidang-bidang yang seharusnya menjadi objek BLBI yang sebelah mana kemudian lokasi yang menjadi objek BLBI sebelah mana. Sehingga seharusnya dari BLBI ini memastikan dulu bidang-bidang tanah nya yang mana, titik koordinat nya mana terus para pemiliknya yang mana," kata Eko, Kamis 25 September 2025.

Baca Juga:Konflik Lahan Panas di Sukamakmur, DPKPP Bogor Ungkap Sengketa Desa Sukawangi vs Perhutani

Pernyataan ini menegaskan bahwa tanpa validasi data yang ketat, proses pemblokiran akan menjadi bumerang, merugikan pihak-pihak yang tidak terlibat dalam kasus BLBI.

Eko juga menekankan pentingnya sinkronisasi data subjek dan objek di lapangan.

"Sehingga antara subyek-objek itu bisa disandingkan bisa disinkronkan jangan sampai objeknya di lapangan tanah nya si A tapi yang disita malah yang di si B," lanjutnya.

Pemblokiran yang salah sasaran tidak hanya menciptakan kerugian material, tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap penegakan hukum dan proses pemulihan aset negara.

Permasalahan pemblokiran di Desa Sukaharja semakin runyam dengan terungkapnya fakta bahwa lahan milik Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bogor turut terkena dampak.

Eko Mujiarto membeberkan bahwa di desa tersebut terdapat banyak tanah yang merupakan cadangan makam, hasil serah terima dari sejumlah perusahaan pengembang perumahan.

Tanah-tanah ini secara administrasi jelas tercatat sebagai aset Pemda dan sama sekali tidak seharusnya masuk dalam daftar aset yang disita atau diblokir BLBI.

"Dari beberapa perusahaan pengembang perumahan dan secara administrasi juga ada disana, nanti tinggal dicek apakah yang dimaksud objek menjadi BLBI itu lokasinya atau tidak tinggal nanti dibedah secara administrasi bidang-bidang tanah yang betul-betul menjadi objek BLBI," kata dia.

Hal ini menunjukkan lemahnya verifikasi awal dalam proses pemblokiran, yang gagal membedakan antara aset obligor dan aset publik.

Namun, yang paling mengkhawatirkan adalah dampak pemblokiran yang bersifat menyeluruh. Informasi yang dihimpun DPKPP mengindikasikan bahwa klaim penyitaan oleh BLBI hampir mencakup keseluruhan wilayah Desa Sukaharja.

Padahal, di tengah hamparan lahan yang diduga terkait BLBI, masih banyak bidang tanah milik warga setempat yang memiliki ketetapan hukum dan sertifikat kepemilikan yang sah.

Kepala DPKPP Kabupaten Bogor, Eko Mujiarto [Egi/SuaraBogor]
Kepala DPKPP Kabupaten Bogor, Eko Mujiarto [Egi/SuaraBogor]

Mereka adalah pemilik sah yang kini hidup dalam bayang-bayang status lahan yang tidak jelas akibat pemblokiran massal ini.

"Karena beberapa waktu lalu yang diblok itu seluruh Desa Sukaharja, padahal masing banyak juga bidang-bidang tanah yang seharusnya tidak perlu di blok. Ini yang perlu ada sinkronisasi data yang ada di lapangan dengan sinkronisasi data objek yang mestinya disita oleh BLBI," jelas Eko.

Pemblokiran tanpa pemilahan yang jelas ini tidak hanya merugikan Pemda dan warga, tetapi juga menimbulkan keresahan sosial dan potensi konflik yang bisa meledak kapan saja.

Menyikapi urgensi ini, DPKPP Kabupaten Bogor bergerak cepat untuk mencari solusi. Eko Mujiarto menyatakan pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk melakukan pemetaan ulang penyebaran tanah di Desa Sukaharja.

Kerjasama dengan BPN diharapkan dapat menghasilkan data spasial yang akurat, secara presisi memisahkan mana objek sita BLBI dan mana lahan yang seharusnya tidak terpengaruh pemblokiran.

"Kita sedang berupaya untuk berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait terutama dengan BPN untuk mensinkronkan objek yang seharusnya disita tuh sebelah mana terus bidang-bidang tanah yang seharusnya tidak masuk kedalam pemblokiran yang mana, sehingga tidak merugikan yang betul-betul tidak masuk ke dalam pemblokiran," tutup Eko.

Langkah ini krusial untuk memulihkan kepastian hukum bagi warga dan Pemda, sekaligus memastikan bahwa penegakan hukum terhadap obligor BLBI tidak mengorbankan hak-hak pihak lain yang tidak bersalah. Transparansi dan akurasi data menjadi kunci utama untuk mencegah pemblokiran sepihak yang merugikan banyak pihak.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak