-
Banjir bandang dan longsor di Sumatera-Aceh memutuskan komunikasi. Mahasiswa perantauan IPB University di Bogor cemas dan tertekan karena putus kontak dengan keluarga di zona bencana.
-
Lumpuhnya infrastruktur komunikasi menjadi krisis tersendiri. Dekan IPB mengonfirmasi kecemasan mahasiswa perantauan yang tidak bisa menghubungi keluarga akibat terputusnya sambungan telepon dan internet.
-
Mahasiswa menghadapi beban ganda. Kecemasan akan keselamatan keluarga di zona merah bencana, ditambah beban akademik akhir tahun, menciptakan tekanan psikologis tinggi pada mahasiswa IPB.
SuaraBogor.id - Bencana hidrometeorologi dahsyat berupa banjir bandang dan tanah longsor yang menghantam wilayah Sumatera hingga Aceh tidak hanya menyisakan duka di lokasi kejadian.
Gelombang kecemasan kini merambat hingga ke Kota Hujan, Bogor, tepatnya di lingkungan kampus IPB University. Bagi para mahasiswa perantauan, ketidakpastian kabar keluarga adalah mimpi buruk yang nyata.
Hingga Rabu, 3 Desember 2025, suasana kekhawatiran masih menyelimuti banyak mahasiswa asal Sumatera.
Mereka harus menghadapi kenyataan pahit tidak bisa menghubungi ayah, ibu, atau saudara di kampung halaman.
Baca Juga:4 Spot Wisata di Ciomas Bogor Buat Liburan Akhir Tahun Anti Macet
Infrastruktur komunikasi yang lumpuh total di daerah terdampak membuat sambungan telepon dan internet terputus, menciptakan silent crisis di tengah kesibukan akademik akhir tahun.
Kabar ini dikonfirmasi langsung oleh pihak kampus. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB University sekaligus Dewan Pengarah I-CAN, Prof. Dodik Ridho Nurrochmat, membenarkan situasi memprihatinkan tersebut.
"Banyak mahasiswa perantauan yang kini putus kontak dengan keluarga mereka di kampung halaman akibat infrastruktur komunikasi yang lumpuh," katanya kepada wartawan di Bogor, Rabu 3 Desember 2025.
Prof. Dodik mengungkapkan keprihatinan mendalamnya terhadap kondisi psikologis para mahasiswa yang saat ini sedang menempuh pendidikan jauh dari rumah.
![Dekan Sekolah Pascasarjana IPB University sekaligus Dewan Pengarah I-CAN, Prof. Dodik Ridho Nurrochmat [Andi/Suara.com]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/12/03/70345-prof-dodik-ridho-nurrochmat.jpg)
Beban akademik yang tinggi ditambah rasa was-was akan keselamatan keluarga menjadi tekanan ganda bagi para mahasiswa tersebut.
Pihak kampus menyadari bahwa banyak anak didiknya berasal dari wilayah-wilayah yang kini masuk dalam zona merah bencana.
Baca Juga:BRI Peduli Salurkan Bantuan Cepat untuk Korban Banjir Bandang di Sumut dan Sumbar
"Untuk data banyaknya itu ada di bidang kesiswaan. Tapi banyak mahasiswa dari Sumatera dan Aceh yang kuliah di IPB," imbuhnya.
Saat ini, doa dan harapan menjadi satu-satunya kekuatan. Pihak kampus terus memantau perkembangan perbaikan infrastruktur di lokasi bencana.
Prof. Dodik berharap penanganan darurat yang dilakukan pemerintah, termasuk pemulihan menara telekomunikasi (BTS), dapat segera rampung agar akses komunikasi kembali terbuka.
"Semoga bencana di Sumatera sampai Aceh segera bisa tertangani. Karena banyak juga mahasiswa kita, yang sampai dengan saat ini belum bisa berkomunikasi dengan keluarganya," tambahnya.