Andi Ahmad S
Selasa, 16 September 2025 | 15:16 WIB
Pemasangan spanduk oleh Plt Kasatpol PP Kota Bogor Rahmat Hidayat di lokasi pembangunan Masjid Imam Ahmad bin Hanbal (MIAH) di Jalan Kolonel Ahmad Syam, Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Jawa Barat. ANTARA/HO-Pemkot Bogor
Baca 10 detik
  • Perpanjangan Status Konflik Tanpa Batas Waktu
  • SuaraBogor.id - Prioritas Mediasi untuk Mencari Jalan Keluar 

  • Dua Kubu dengan Argumen Kuat yang Saling Berhadapan
[batas-kesimpulan]

Babak baru polemik pembangunan Masjid Imam Ahmad bin Hanbal (MIAH) di Kota Bogor kembali bergulir. Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Bogor bersama tokoh agama sepakat untuk memperpanjang status keadaan konflik di lokasi pembangunan.

Kebijakan ini menjadikan nasib masjid yang berlokasi di Jalan Kolonel Ahmad Syam, Tanah Baru, Bogor Utara, semakin tidak menentu, menggantung pada proses mediasi yang belum kunjung menemukan titik terang.

Perpanjangan status ini secara simbolis ditandai dengan pemasangan spanduk di area pembangunan pada hari Minggu oleh Plt Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Kota Bogor, Rahmat Hidayat, bersama unsur Forkopimcam Bogor Utara.

Spanduk tersebut secara tegas menyatakan pembatasan dan penutupan kawasan MIAH.

Rahmat menjelaskan, langkah ini merupakan tindak lanjut dari Surat Keputusan Wali Kota Bogor yang menjadi dasar hukum intervensi pemerintah daerah dalam sengketa ini.

“Dengan surat keputusan wali kota maka dilakukan pembatasan dan penutupan kawasan. Melarang setiap orang untuk memasuki kawasan pembangunan Masjid Imam Ahmad bin Hanbal untuk menunggu hasil kesepakatan mediasi dari Tim Badan Mediator Nasional kedua belah pihak dan Ombudsman,” kata Rahmat, dilansir dari Antara, Selasa 16 September 2025.

Ia menambahkan bahwa langkah ini adalah upaya pemerintah untuk memprioritaskan dialog dan perdamaian melalui jalur mediasi, sembari menjaga kondusivitas di wilayah yang sempat memanas.

Salah satu poin krusial dari perpanjangan kali ini adalah tidak adanya tenggat waktu yang jelas. Status konflik akan terus berlaku hingga tercapai sebuah kesepakatan final dari proses mediasi yang melibatkan Badan Mediator Nasional dan Ombudsman.

Baca Juga: Misteri Absensi Berbulan-bulan Terjawa, Anggota DPRD Bogor Desy Yanthi Ternyata Hamil Risiko Tinggi

“Pemasangan spanduk perpanjangan penetapan status keadaan konflik yang sekarang tidak ada batas waktu, tetapi menunggu hasil kesepakatan mediasi dari Tim Badan Mediator Nasional kedua belah pihak dan Ombudsman, sampai ada kesepakatan dari kedua belah pihak,” ujar Rahmat menegaskan.

Melalui kebijakan ini, Pemkot Bogor berharap kedua pihak yang berseteru dapat lebih leluasa mencari titik temu tanpa tekanan waktu dan provokasi dari luar.

Masyarakat di sekitar lokasi pembangunan juga diimbau untuk menahan diri dan tidak melakukan aktivitas yang dapat memperkeruh suasana.

Untuk memahami mengapa sebuah pembangunan masjid bisa berujung pada status "konflik", penting untuk melihat kembali akar permasalahannya yang kompleks.

Sisi Legalitas Hukum

Pihak panitia pembangunan MIAH berpegang pada Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang telah mereka kantongi secara sah. Bahkan, mereka telah memenangkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menguatkan legalitas izin tersebut.

Sisi Penolakan Warga

Di sisi lain, sekelompok warga menolak keras pembangunan masjid ini. Alasan penolakan beragam, mulai dari kekhawatiran akan penyebaran paham keagamaan tertentu yang dianggap tidak sesuai dengan kultur lokal, hingga dugaan cacat prosedur dalam penerbitan IMB yang dinilai tidak melibatkan warga sekitar secara memadai.

Gesekan antara dua kubu inilah yang mendorong Pemkot Bogor untuk turun tangan dan menetapkan status keadaan konflik, sebuah langkah yang didasarkan pada UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Tujuannya adalah untuk mencegah eskalasi konflik menjadi bentrokan fisik yang lebih luas.

Dengan status quo yang diperpanjang tanpa batas waktu, semua harapan kini tertumpu pada proses mediasi. Namun, jalan ini diprediksi tidak akan mudah.

Kedua belah pihak memiliki dasar argumen yang sama-sama kuat, satu berpegang pada supremasi hukum dan putusan pengadilan, sementara yang lain berpegang pada aspirasi dan stabilitas sosial di tingkat akar rumput.

Pemkot Bogor berada di posisi dilematis, terjepit antara kewajiban menjalankan putusan pengadilan dan tanggung jawab menjaga ketertiban umum.

Kebijakan perpanjangan status konflik ini bisa dilihat sebagai upaya mengulur waktu agar solusi damai dapat tercapai, namun juga bisa dianggap sebagai bentuk ketidaktegasan pemerintah dalam menegakkan hukum.

Load More