Andi Ahmad S
Selasa, 16 September 2025 | 20:39 WIB
Bupati Bogor, Rudy Susmanto [Antara]
Baca 10 detik
  • Kekuasaan Kepala Desa Tumbang Akibat Tekanan Warga
  • BPD Bertindak Berdasarkan Aspirasi Rakyat
  • Proses Penonaktifan Belum Final dan Masih Akan Dikawal
[batas-kesimpulan]

SuaraBogor.id - Babak pertama drama politik di Desa Bojong Kulur, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat telah berakhir.

Tuntutan ratusan warga yang turun ke jalan pada Selasa (16/9) terjawab sudah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) secara resmi merekomendasikan penonaktifan Kepala Desa Firman Riansyah.

Namun, ini bukanlah akhir cerita. Justru, ini adalah awal dari babak baru yang lebih krusial dan penuh pertaruhan politik.
Keputusan BPD ibarat "bola panas" yang kini telah dilemparkan ke meja Bupati Bogor, Rudy Susmanto.

Nasib akhir Firman Riansyah kini sepenuhnya berada di tangan orang nomor satu di Kabupaten Bogor tersebut, dengan warga yang berjanji akan menjadi pengawas setia.

Di hadapan massa yang mengepung kantor desa, Ketua BPD Bojong Kulur, Yayat Supriatna, membacakan keputusan yang telah lama dinantikan. Keputusan ini bukan sekadar pernyataan lisan, melainkan sebuah rekomendasi formal yang memiliki bobot hukum.

“Dengan ini kami BPD Bojong Kulur, secara kolektif kolegial menyepakati untuk menyampaikan rekomendasi kepada Bapak Bupati Bogor, yaitu untuk menonaktifkan Kepala Desa Bojong Kulur yaitu Firman Riansyah,” kata Yayat.

Rekomendasi yang ditandatangani oleh delapan anggota BPD ini secara resmi akan menjadi dasar bagi Bupati untuk mengambil tindakan lebih lanjut. Ini adalah mosi tidak percaya yang dilembagakan secara resmi oleh "parlemen desa".

"Demikian kami sampaikan untuk mendapat pertimbangan Bapak Bupati Bogor demi terciptanya kondisi masyarakat Desa Bojong Kulur yang damai dan aman," tambah Yayat.

Bagi Bupati Rudy Susmanto, rekomendasi ini adalah sebuah "bola panas" yang harus ditangani dengan sangat hati-hati. Ada beberapa dilema yang kini dihadapinya:

Baca Juga: Akar Pahit di Bojong Kulur, Mengungkap Kebijakan Kontroversial yang Picu Amuk Warga

1. Tekanan Publik vs. Prosedur Hukum

Di satu sisi, ada tekanan publik yang sangat kuat dari warga Bojong Kulur. Mengabaikan rekomendasi BPD bisa memicu gejolak sosial yang lebih besar.

Di sisi lain, sebagai kepala daerah, ia harus mengikuti prosedur hukum yang berlaku, termasuk memberikan hak jawab dan melakukan investigasi mendalam sebelum mengambil keputusan final.

2. Menjaga Stabilitas vs. Menciptakan Preseden

Mengabulkan tuntutan massa bisa meredam situasi di Bojong Kulur. Namun, ini juga berisiko menciptakan preseden di mana kepala desa lain bisa dengan mudah digulingkan melalui aksi massa.

3. Pertimbangan Politik

Setiap keputusan yang diambil akan memiliki dampak politik, baik bagi citra pemerintahannya maupun bagi konstelasi politik di tingkat desa dan kecamatan.

Menyadari bahwa perjuangan belum usai, warga Bojong Kulur menegaskan posisi mereka. Mereka tidak akan bubar begitu saja setelah mendapat rekomendasi dari BPD.

Koordinator aksi, Ahmad Fauzi, menyatakan komitmen massa untuk terus mengawal bola panas ini sampai tuntas.

"Sudah ada rekomendasi dari BPD yang dikeluarkan ya kita akan mengawal proses ini juga," tegas Fauzi.

"Mengawal" dalam konteks ini berarti:

  • Memantau setiap langkah yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor.
  • Memastikan tidak ada intervensi politik yang menghambat proses.
  • Siap melakukan aksi lanjutan jika rekomendasi BPD diabaikan atau prosesnya berjalan lambat.

Warga telah bertransformasi dari sekadar demonstran menjadi kelompok penekan yang akan memastikan suara mereka tidak hilang di koridor birokrasi kabupaten.

Load More