Revisi UU Pemilu ditunda ke 2026 karena padatnya agenda Komisi II DPR, termasuk revisi UU ASN dan BUMD.
Komisi II DPR memiliki keterbatasan kuota pembahasan, hanya satu UU per tahun, memaksa revisi UU Pemilu tertunda.
Keputusan penundaan revisi UU Pemilu memperlambat perbaikan sistem demokrasi, meski masukan dari berbagai pihak telah dikumpulkan.
Dalam konteks ini, meskipun revisi UU Pemilu dianggap sangat penting dan didahulukan, kenyataan bahwa Komisi II sudah terikat dengan pembahasan UU ASN dan BUMD membuat revisi UU Pemilu harus dialihkan ke jadwal berikutnya.
Ini menunjukkan bagaimana efisiensi dan manajemen waktu dalam badan legislatif menjadi sangat krusial. Keterbatasan ini bisa menjadi penghambat bagi respons cepat terhadap kebutuhan hukum yang terus berkembang, terutama di sektor-demokrasi yang dinamis.
Keputusan untuk menunda revisi UU Pemilu ke Prolegnas 2026 memiliki implikasi besar terhadap upaya perbaikan sistem demokrasi di Indonesia.
“Dan nanti dimasukkan ke prolegnas 2026. Insyaallah kita mulai pembahasan setelah 2026,” ungkap Dede Yusuf.
Padahal, masukan-masukan ini, yang dikumpulkan melalui berbagai proses dialog dan pengalaman langsung di lapangan, sangat vital untuk merumuskan undang-undang yang lebih baik.
“Masukan sistem perbaikan pemilu ini banyak sekali baik stakeholder Bawaslu, KPU NGO LSM yang menginginkan perbaikan,” tegas dia.
Komisi II DPR RI berkomitmen untuk memastikan bahwa setiap perbaikan yang dilakukan berbasis pada data empiris dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan.
Penundaan ini, di satu sisi, memberi waktu lebih banyak untuk mengkompilasi dan menganalisis masukan tersebut, namun di sisi lain, juga memperpanjang masa tunggu bagi implementasi perbaikan yang diharapkan dapat mengatasi berbagai kelemahan sistem pemilu sebelumnya.
Dengan demikian, agenda legislasi yang padat dan batasan kuota menjadi faktor penentu utama dalam jadwal revisi UU Pemilu.
Baca Juga: Program Makan Gratis Pemerintah Dicurigai Sebabkan Keracunan Massal di Jonggol Bogor
Meskipun revisi ini telah diprioritaskan, tantangan kapasitas dan manajemen waktu di DPR menunjukkan bahwa proses pembentukan undang-undang di Indonesia adalah kompleks dan memerlukan pertimbangan matang terhadap berbagai faktor.
Berita Terkait
-
Program Makan Gratis Pemerintah Dicurigai Sebabkan Keracunan Massal di Jonggol Bogor
-
Pemblokiran Lahan BLBI di Sukaharja Mencekam, Tanah Warga dan Pemda Bogor Ikut Terseret
-
Sengketa Lahan BLBI: DPKPP Bogor Gandeng BPN Demi Pastikan Aset Negara dan Warga Aman
-
Konflik Lahan Panas di Sukamakmur, DPKPP Bogor Ungkap Sengketa Desa Sukawangi vs Perhutani
-
Misteri Hilangnya Rahmat Ajiguna: Jejak Ponsel Mengarah ke Kebon Jeruk
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 5 Mobil Bekas yang Perawatannya Mahal, Ada SUV dan MPV
- 5 Perbedaan Toyota Avanza dan Daihatsu Xenia yang Sering Dianggap Sama
- 5 Mobil SUV Bekas Terbaik di Bawah Rp 100 Juta, Keluarga Nyaman Pergi Jauh
- 13 Promo Makanan Spesial Hari Natal 2025, Banyak Diskon dan Paket Hemat
Pilihan
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
-
Libur Nataru di Kota Solo: Volume Kendaraan Menurun, Rumah Jokowi Ramai Dikunjungi Wisatawan
-
Genjot Daya Beli Akhir Tahun, Pemerintah Percepat Penyaluran BLT Kesra untuk 29,9 Juta Keluarga
-
Genjot Konsumsi Akhir Tahun, Pemerintah Incar Perputaran Uang Rp110 Triliun
Terkini
-
Transformasi Digital BRI Diperkuat Melalui Fitur Reksa Dana dalam BRImo
-
Warga Klapanunggal Bogor Temukan Mayat Anak Membengkak di Samping Ibu Lansia yang Lemas
-
Wajah Baru Refleksi Akhir Tahun Bogor: Antara Doa, Syukur dan Dukungan untuk Pedagang Kecil
-
Tanpa Pesta Pora, Pemkab Bogor Pilih Peluk 1.200 Yatim dan Lansia di Penghujung 2025
-
Siap-siap! Warga Bogor Barat Bakal Punya Tempat Nongkrong Semi Mall Baru