Andi Ahmad S
Kamis, 23 Oktober 2025 | 12:07 WIB
Kondisi Makam MAA di Desa Rawa Panjang, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor [Egi/SuaraBogor]
Baca 10 detik
  • Bocah MAA (6) meninggal setelah disiksa ibu tiri, memicu penyesalan warga yang sering melihat luka lebamnya.

  • Warga curiga kekerasan, tetapi kesulitan bertindak karena korban selalu menyangkal dan takut jujur.

  • Kasus ini menjadi pelajaran penting perlunya kepekaan serta sistem perlindungan anak yang lebih responsif.

SuaraBogor.id - Kasus kematian tragis bocah laki-laki berinisial MAA (6) di Perumahan Griya Citayam Permai, Desa Rawa Panjang, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, telah menyentuh hati dan memicu penyesalan di kalangan tetangga.

MAA meninggal dunia setelah disiksa oleh ibu tirinya sendiri, RN (30), sebuah fakta yang membuat warga sekitar merasa kesal karena korban selalu tampak dengan luka lebam setiap kali keluar rumah.

Salah satu tetangga, Isah (39), mengaku sangat kaget mendengar MAA (6) harus kehilangan nyawa setelah lama mendapatkan siksaan.
"Kejadiannya saya kaget dikasih kabar katanya yang adenya itu meninggal, dalam hati saya yah ini anak udah gak kuat kayaknya, soalnya yang saya tahu dan saya paham itu dia disiksa dipukul sama orang tuanya," kata Isah pada Kamis (23/10/2025).

Isah bahkan sering bertemu dengan korban yang tubuhnya selalu ada luka lebam. Pada Agustus 2025, ia memberanikan diri untuk menanyakan langsung kepada MAA mengenai luka-luka tersebut.

"Saya pernah ketemu anaknya di bulan Agustus, saya tanya anaknya lagi lewat posisinya saya lagi duduk di halaman rumah saya, dek itu kenapa bibirnya pecah pada bonyok lah kayak abis dipukul," cerita Isah.

Namun, MAA tidak berani jujur kepada Isah. Padahal, Isah sudah curiga bahwa luka-luka itu berasal dari ulah ibu tirinya. Namun, MAA tetap menyangkal dan berdalih jatuh dari kamar mandi.

"Jatuh dari kamar mandi katanya, kamu bener? Kamu kalau jatuh kenapa gak bilang sama orang tua kamu kan bisa diobatin kata teman saya sebelahnya nanya gitu, cuma geleng aja tuh anak namanya polos ya," jelasnya.

Tetangga lain juga turut kebingungan untuk menindaklanjuti kasus itu. Mereka merasa tidak memiliki bukti kuat karena sang anak selalu menyangkal adanya kekerasan.

"Saya kan orangnya gak sabaran gitu, dek kamu jujur aja kamu dipukulin sama orang tua kamu, enggak aku jatuh dari kamar mandi, dalam hati saya ini kayaknya ada disiksa sama orang tuanya kayak gini gak bener, kalau gak ada bukti kan kita gak kuat kan kalau gak ada bukti, yaudah berjalannya waktu tetangga juga sering ngeliat ada bonyok-bonyok juga," tuturnya.

Baca Juga: Kronologi Lengkap Ibu Tiri Habisi Anak di Bogor, Sandiwara Ayah Kandung Bikin Geram!

Isah bahkan mengaku, korban selalu ada luka lebam setiap kali bermain atau keluar dari rumahnya. Ia pernah melihat bekas cekikan pada leher korban.

"Ceritanya itu bocah kok bonyok-bonyok itu gak pada hilang, setiap main lukanya luka baru, luka lembab baru, ada bekas cekikan, pokoknya di sekitar muka kelihatannya, kalau di sekitar badan kan dia pakai baju jadi gak kelihatan," jelas Isah.

"Pas saya dengar meninggal saya syok ya allah ini mah nggak bener, itu juga gak ketahuan pas meninggalnya disangka warga tuh meninggal karena sakit biasalah," kata Isah dengan nada penyesalan mendalam.

Namun, Isah menyesalkan bahwa saat meninggal, MAA sudah dikafani dan dimakamkan sehingga tidak sempat dilakukan visum.

"Akhirnya alhamdulillah ada bukti orang yang videoin dikasih kasih ke RT RW langsung sigaplah, sayangnya tuh anak udah dikafanin, dimakamin jadi gak dibuat visum," sesalnya.

Kasus ini menyoroti kompleksitas dan tantangan dalam mendeteksi serta mencegah kekerasan anak, terutama ketika korban enggan atau takut untuk berbicara.

Load More