SuaraBogor.id - Dadih Leo mungkin preman pensiun sebenarnya atau The Real Preman Pensiun. Dadih Leo, dulu orang paling ditakuti sebagai preman, kini Dadih Leo jadi kepala desa.
Dadih Leo Kepala Desa Mandalagiri, Kecamatan Leuwisari, Kabupaten Tasikmalaya.
Dunia kelam premanisme dicicipi selama puluhan tahun. Kini dia tinggalkan dan berbakti untuk negara.
Ditemui Ayotasik.com di kantornya, Rabu (13/1/2020), Dadih menceritakan kehidupannya mulai dari menjadi preman hingga akhirnya sukses menjadi kepala desa.
Baca Juga:Plt Wali Kota Tasikmalaya Imbau Cafe dan Restoran Buka Lebih Pagi
Pria kelahiran Tasikmalaya 5 Agustus 1963 itu mengaku sempat tinggal di perantauan, tepatnya di wilayah Banten pada 1985. Bukan hanya di wilayah Banten, ia juga terjun ke dunia hitam di Bogor, Tanjung Priok Jakarta, Bekasi, dan Bandung.
Di beberapa wilayah itu, kata Dadih, ia membekingi beberapa toko dan lahan parkir. Pundi-pundi uang tiap hari mengalir deras ke kantongnya dan dikirim ke keluarganya yang berada di Tasikmalaya.
"Di dunia premanisme itu saya lakoni dari tahun 1985 sampai 1998. Bukan hanya di satu kota saja tapi di beberapa kota," ucap Dadih.
Selama di perantauan dan masuk di dunia keras, kata Dadih, ia seringkali terlibat bentrok dengan preman dari wilayah lain. Perkelahian dan pertikaian kerap terjadi setiap hari hingga akhirnya membawa ia masuk ke penjara.
"Berkelahi mah udah tiap hari. Masuk penjara udah bosan saking seringnya. Dulu kan demi perut saya diam di dunia preman," tambah Dadih.
Baca Juga:Robek Baliho Habib Rizieq, Eks Kadis Bina Marga Dianiaya Sampai Tewas
Dunianya juga menjerumuskan ia ke dunia narkoba. Berbagai jenis narkoba pernah dicicipi hingga akhirnya tertangkap polisi dan kembali menghuni hotel prodeo.
"Saya masuk penjara itu karena dua hal, kalau tidak berkelahi ya narkoba." ujar Dadih.
Setelah merasakan kerinduan ke kampung halaman dan bosan hidup diperantauan, pada 1998, pria dua anak ini memutuskan untuk pulang kampung dan mulai aktif di salah satu organisasi massa. Selain melakukan beberapa kegiatan sosial, ia pun mencoba menyelami karakter warga yang ada di wilayahnya yakni Desa Mandalagiri.
"Saya pulang tahun 1998, dan mulai aktif di masyarakat. Berbaur dengan masyarakat dan menyelami bagaimana karakter masyarakat," papar Dadih.
Setelah mengenal kondisi dan karakter masyarakat di kampungnya, muncul niatnya untuk ikut terlibat dalam pembangunan. Ia berpikir, salah satu jalan untuk membantu kondisi warga yang serba kesulitan yakni dengan menjadi pemimpin.
"Saya ingin bantu, tapi tidak punya. Makanya saya niatkan maju di Pilkades tahun 2018. Dan alhamdulilah saya menang karena kepercayaan maayarakat," ucap Dadih.