SuaraBogor.id - Penyebab Tol Cipali ambles terungkap. Tol Cipali ambles arah Jakarta tepatnya di Km 122+400 bermula dari keretakan jalan. Tol Cipali amblas karena pergerakan tanah.
Intensitas dan curah hujan tinggi yang mengguyur sejak kemarin pula mengakibatkan banyak volume air yang masuk ke dalam base layer melalui retakan. Kondisi itu diperparah dengan kendaraan berat yang melintas sehingga menyebabkan keretakan bertambah buruk pada pukul 22.00 WIB.
Senin (8/2/2021) sore, sekitar pukul 16.00 WIB jalan di Km 122 tersebut sudah ditemukan retak.
Pada Selasa (9/2/2021) dini hari, kondisi semakin buruk mengakibatkan jalanan ambles.
Baca Juga:Jalan Tol Cipali Amblas, Polisi Terapkan Lawan Arus di KM 117-126
"Curah hujan yang tinggi menjadi pemicu terjadinya gerakan tanah," ujar Kepala Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Andiani.
Dari hasil analisis penyebab terjadinya gerakan tanah di Cipali diperkirakan karena beberapa hal.
Pertama, karena kemiringan lereng yang tidak terlampau curam sehingga gerakan tanah relatif lambat.
Kedua, kemungkinan material timbunan yang kurang padu atau mudah tererosi. Pengaruh dari erosi air permukaan (air hujan maupun aliran sungai) di kaki lereng juga menjadi salah faktor mengingat lokasinya yang berada tidak jauh dari sungai besar.
Andiani memberikan beberapa rekomendasi terkait pergerakan tanah itu. Katanya, segera tutup retakan dan dipadatkan agar air tidak meresap ke dalamnya yang dapat mempercepat pergerakan, mengarahkan aliran air permukaan agar menjauhi area retakan.
Baca Juga:Imbas Tol Cipali Ambles, Pengiriman Barang di Jawa Terganggu
Lalu membuat perkuatan lereng di tepian badan jalan yang berada dekat dengan sungai untuk mengurangi laju erosi dan meningkatkan kestabilan lereng.
"Perlu penyelidikan geologi teknik sebagai landasan untuk perkuatan lereng (bor pile/sheet pile)," katanya.
Selain itu, kata dia, pengalihan arus kendaraan agar terus dilakukan hingga perbaikan jalan selesai dan tidak tampak adanya pergerakan tanah susulan.
Rekomendasi lainnya, melakukan pemantauan terhadap area retakan, jika retakan berkembang dan bertambah luas agar segera menutup jalan dan mengalihkan kendaraan yang melintas (contra flow).
Lalu, meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami gerakan tanah beserta gejala yang mengawalinya.
Jenis gerakan tanah, kata dia, berupa nendatan lambat atau rayapan yang ditandai dengan retakan pada badan jalan.
Retakan terjadi pada badan jalan sepanjang 20 meter dengan kedalaman 1 meter pada jalur arah Jakarta.
"Dampak gerakan tanah, badan Jalan tol retak dan amblas hingga tidak dapat dilalui kendaraan. Arus Ialu lintas tersendat," katanya.
Secara umum, kata dia, lokasi bencana merupakan daerah landai hingga agak curam yang berada di bantaran Sungai Cipunagara dengan kemiringan lereng kurang dari 20 derajat. Lokasi berada pada ketinggian antara 20—25 meter di atas permukaan laut.
Menurutnya, berdasarkan Peta Geologi Lembar Bandung, Jawa (Silitonga, 1973), daerah bencana tersusun oleh batu pasir tufaan, lempung dan konglomerat (Qos). Di sekitar area gerakan tanah tidak terdapat struktur geologi berupa lipatan maupun sesar atau patahan.
Selain itu, kata dia, berdasarkan Peta Prakiraan Wilayah Terjadinya Gerakan Tanah Bulan Februari 2021 di Kabupaten Subang (Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi), ruas Jalan Tol Cipali KM 122 berada pada wilayah dengan potensi gerakan tanah Rendah. Artinya, kata dia, daerah ini mempunyai potensi rendah untuk terjadi gerakan tanah.
Pada zona ini jarang terjadi gerakan tanah kecuali pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai dan gawir atau jika lereng mengalami gangguan. Gerakan tanah lama telah mantap kembali.
Presiden Direktur PT Astra Tol Cipali, Firdaus Azis, meminta maaf kepada masyarakat lantaran adanya musibah amblasnya jalan tol di Km 122 tanpa ada indikasi sebelumnya. "Karena tidak ada tanda-tanda akan terjadi pergeseran tanah di bawah, biasanya ada indikasi, ini tidak ada indikasi. Saat ini tindakan preventif kami adalah dengan membangun lajur sementara yaitu lawan arus," kata dia.
Ia berharap dua hingga tiga hari ke depan jarak penggal jalan yang diberlakukan lawan arus bisa diperpendek. Ia mengimbau kepada para pengguna jalan agar tetap berhati-hati saat melintas di jalur itu dengan mengurangi kecepatan.
Sementara itu, pengamat transportasi dan Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi, Deddy Herlambang, mengatakan, pembangunan jalan tol harus berdasarkan hasil studi analisis dampak lingkungan (Amdal). Permasalahannya kata dia, apakah pada saat pelaksanaan mengikuti hasil studi Amdal atau tidak.
"Untuk membangun tol, perizinannya dari studi Amdal. Apakah rekomendasi Amdal tersebut yang dilaksanakan oleh KemenPUPR selama pembangunan jalan tol tersebut?" tanya Deddy, Selasa (9/2).
Sebaiknya ujar Deddy, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mempunyai tim yang mengawasi rekomendasi dalam studi Amdal yang mereka buat. Atau lanjut Deddy, KemenPUPR wajib bekerja sama dengan KemenKLHK dalam mengurus trase jalan tol.
Pernyataannya ini menanggapi jalan tol Cipali KM 122+400 arah Jakarta yang dilaporkan ambles pada Selasa pagi tadi. Diduga amblesnya ruas jalan tol tersebut dipicu oleh kondisi curah hujan yang tinggi dan terus menerus sehingga mengakibatkan jalur tersebut ambles sepanjang 30 meter dan bahu jalan sedalam 2 meter.
"Melihat kejadian longsornya tol Cipali Km 122 hari ini, karena sekarang musim hujan operator jalan tol sebaiknya bekerja sama dengan BNPB untuk memetakan kondisi ruas jalan tol mana saja yang rawan bencana longsor, banjir dan lain-lain, perlu rambu-rambu darurat apabila kondisi jalan tol tidak normal lagi," jelasnya.
Deddy menyarankan agar para pengguna jalan tol dapat membatasi kecepatan kendaraan mereka. Terutama di musim hujan seperti ini, agar kecepatan kendaraan tidak lebih dari 60 km per jam.
"Untuk pengendara tol, tetap membatasi kecepatan kendaraan maksimal 100 km per jam, apalagi hujan lebih baik kecepatan kendaraan di bawah 60 km per jam, selain itu memantau panduan radio jalan tol," jelasnya.
Saat ini upaya perbaikan dilakukan pada jalan ambles Cipali yang masuk wilayah Kabupaten Subang. Contra flow pun dilakukan untuk mengurai kepadatan lalu lintas.
Direktur Operasi Astra Tol Cipali, Agung Prasetyo, mengatakan sudah berkoordinasi dengan kepolisian untuk rekayasa lalin dengan memberlakukan contra flow pada Selasa (9/2) mulai pukul 03.00 WIB. Saat ini masih dilakukan mekanisme contra flow untuk mengurangi beban pada jalan dan memitigasi kemacetan.
‘’Kami sudah berkoordinasi dengan kontraktor untuk melakukan perbaikan jalan pada bahu luar, lajur 1 dan 2 di KM 122+400. Perbaikan diperkirakan memakan waktu 1,5 bulan,’’ kata Agung, dalam siaran persnya.
Untuk mengurai kepadatan lalin, contra flow dilakukan sejak dari Km 117 hingga Km 126. Sedangkan untuk mengurangi beban lalu lintas, akan dibangun lajur sementara di median, yang diperkirakan memakan waktu 10 hari.
Direktur Lalu Lintas Polda Jabar, Kombes Pol Eddy Junaedi, mengatakan, contra flow di Cipali akan diberlakukan sampai akhir Februari ini. ‘’Kita lakukan sampai akhir bulan ini,’’ kata dia.
Menurut Eddy pihaknya terus melakukan koordinasi dengan pihak pengelola jalan tol dalam penerapan contra flow. Saat ini, kata dia, upaya perbaikan kondisi jalan yang mengalami kerusakan tengah dilakukan ihak pengelola jalan tol.
"Personel kami disiagakan di lokasi jika terjadi kebutuhan mendadak dalam pengaturan lalin di titik tersebut,’’ ujar dia.
Jalan Tol Cipali saat memang menjadi tumpuan bagi lalu lintas, pasalnya terjadi banjir di jalur alternatif lain. Banjir tercatat terjadi di jalur Pantura, Karawang, dan Subang. Bahkan Tol Cipali Km 36 juga banjir.
Cipali lalu menjadi satu-satunya jalan yang bisa dilalui. Perjalanan pun dipastikan akan tersendat karena hanya akan menggunakan satu lajur.
Jalan tol Cikopo-Palimanan (Cipali) dimulai pembangunannya pada 2011 dan mencapai lebih dari 85 persen pembangunan pada 2014, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Yudhoyono. Jalan tol Cipali diresmikan pada tahun pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo yakni di 2015.