Hari Bumi, Mari Bersama Jaga Fungsi Paru-Paru Dunia

Salah satu bentuk apresiasi tersebut adalah dengan memastikan adanya jaminan hukum dari negara.

Andi Ahmad S
Kamis, 22 April 2021 | 23:23 WIB
Hari Bumi, Mari Bersama Jaga Fungsi Paru-Paru Dunia
Ilustrasi Hari Bumi. (Pexels)

SuaraBogor.id - Tepat pada peringatan Hari Bumi, para pemerhati lingkungan mengajak masyarakat Indonesia untuk kembali mengapresiasi peran masyarakat adat sebagai kelompok terdekat dengan alam, yang memegang teguh prinsip dan praktik pelestarian lingkungan.

Salah satu bentuk apresiasi tersebut adalah dengan memastikan adanya jaminan hukum dari negara, agar mereka bisa menjalankan perannya secara optimal, yaitu menjaga fungsi paru-paru dunia.

Hingga saat ini, istilah dan definisi yang dipakai untuk menggambarkan masyarakat adat masih beragam baik oleh pemerintah, LSM, maupun lembaga internasional. Namun, suatu hal yang pasti adalah bahwa kelompok ini masih sangat dekat dengan kehidupan alami dan terus berupaya menjaga kelestarian lingkungan hidup mereka, dalam kehidupan sehari-hari.

Komunitas Konservasi Indonesia Warsi (KKI Warsi) adalah salah satu lembaga yang sudah melakukan pendampingan kepada masyarakat adat dan masyarakat lokal sejak tahun 1991.

Baca Juga:Ucapan Hari Bumi Sedunia 22 April, Tunjukkan Kamu Peduli Lingkungan!

“Pada dasarnya masyarakat adat kita masih punya nilai-nilai kearifan yang sesuai dengan alam dan berinteraksi dengan alam, tetapi jumlahnya minoritas. Meski terlihatnya pasif, sebetulnya semua kebutuhan hidup masyarakat adat terpenuhi secara berkelanjutan, meskipun tidak mewah seperti mayoritas orang pada umumnya. Mereka memiliki dampak yang besar dalam menjaga bumi kita untuk kepentingan yang lebih luas,” ujar Rudi Syaf, Direktur Eksekutif KKI Warsi dalam keterangan tertulis yang diterima Suarabogor.id, Kamis (22/4/2021).

Terkait dengan hukum, Rudi Syaf mengakui meskipun belum mendapatkan pengakuan dari negara, banyak kelompok masyarakat adat di dalam dan sekitar hutan telah memperlakukan hutan sebagai bagian penting bagi kehidupan baik secara sosial, ekonomi, kultural, bahkan religi, sesuai dengan kearifan yang diwarisi nenek moyang mereka sejak puluhan tahun lalu.

Riche Rahma Dewita, Koordinator Program KKI-Warsi yang dalam keseharian tugasnya ikut terlibat mendampingi masyarakat adat mengakui bahwa masyarakat adat menggunakan sistem hukum adat dan kearifan lokal untuk menjaga kelestarian sumber daya alam serta menjaga identitas etnis mereka dari generasi ke generasi.

“Dalam menjalankan sistem hukum adat dan kearifan lokal untuk mengelola sumber daya alam, masyarakat adat memerlukan jaminan dari negara agar mereka dapat menjalankan aktivitas hariannya dengan tenang,” jelasnya.

KKI-Warsi sendiri telah membantu beberapa desa adat untuk mendapatkan pengakuan dan jaminan dari pemerintah daerah untuk mengelola hutan. Dua diantaranya adalah Desa Guguk dan Marga Serampas yang ada di Desa Rantau Kermas di Kabupaten Merangin, Jambi. Desa Guguk berjuang agar hutan adat mereka bisa terus dirawat sebagai sumber konservasi air, sedangkan Desa Rantau Kermas ingin terus menjaga hutan adat yang letaknya berdampingan langsung dengan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

Baca Juga:Sejarah Hari Bumi, Diperingati Sejak 1970

Perjuangan Desa Guguk untuk mendapatkan jaminan pengelolaan hutan adat baik dari pemerintah lokal
dan pemerintah pusat cukup panjang. Awalnya hutan yang sudah dijaga masyarakat tepat berada di 2 belakang desa, dimana kawasan tersebut merupakan sumber air dan habitat satwa yang dihormati oleh warga desa.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini