SuaraBogor.id - Virus Covid-19 tidak pandang bulu. Bahkan, usia produktif atau masih muda tidak menjamin bisa kuat menghadapi Covid-19.
Hasil studi dan riset selama ini, ledakan kasus Covid-19 di Indonesia dan kasus kematian tertinggi di bulan Juli justru menyerang kelompok usia produktif.
Mengejutkan memang, dengan tidak mengenyampingkan bahwa hal ini sudah menjadi ketetapan Yang Maha Kuasa, di usia produktif mereka meninggal dunia akibat Covid-19. Usia produktif dapat dikatakan sebagai usia aktif dan energik, usia angkatan kerja.
Menyadur dari Ayobandung.com -jaringan Suara.com, Menurut BPS, usia produktif berada pada rentang usia 15 hingga 64 tahun, dimana usia produktif menjadi tulang punggung bagi mereka yang berada pada usia ketergantungan (bayi, anak-anak, serta lansia).
Baca Juga:Kota Pontianak Gelar Upacara HUT ke-76 RI Secara Virtual
Menurut Dewi Nur Aisyah, Ketua Bidang Data Dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19, jumlah kasus kematian pada kelompok umur 46-59 tahun dan 31-45 tahun meningkat secara drastis.
Pada kelompok usia 46-59 mengalami kenaikan sekitar lima kali lipat, dimana pada bulan Juni 2.547 kasus, di akhir Juli naik menjadi 13.694 kasus.
Kemudian pada kelompok umur 31-45 tahun, pada bulan Juni kasus kematian diangka 964 kasus, melonjak menjadi 5.159 kasus pada bulan Juli. Sehingga jika ditotalkan hingga bulan Juli kemarin, terdapat 18.853 kasus kematian pada usia produktif (31-59 tahun) akibat Covid-19.
Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab meningkatnya angka kematian akibat Covid-19 pada usia produktif. Faktor pertama adalah mobilitas yang masih tinggi dilakukan oleh usia produktif.
Bagi mereka bagai dua mata pisau, satu sisi dituntut untuk mengurangi mobilitas dalam rangka pencegahan penularan virus, sisi lain dituntut menjaga “dapur tetap ngebul”.
Faktor berikutnya adalah virus Covid-19 yang mengalami mutasi. Menurut para ahli, saat ini virus Covid-19 sudah bermutasi menjadi lebih agresif, varian baru ini dikenal dengan sebutan Varian Delta B1617.2. Jenis varian ini diyakini lebih cepat menular dibandingkan jenis sebelumnya.
Baca Juga:Menpora Kukuhkan dan Lepas Kontingen Indonesia ke Paralimpiade Tokyo 2020
Hingga awal Agustus 2021, dari data Kemenkes tercatat ratusan kasus Covid-19 varian Delta yang ditemukan di Indonesia. Di wilayah ibukota ditemukan 425 kasus varian Delta, Jawa Barat 280 kasus, kemudian Jawa Tengah 191 kasus, Kalimantan Timur 185 kasus, dan Nusa Tenggara Timur dengan 51 kasus.
Faktor selanjutnya adalah usia produktif yang memiliki komorbid (penyakit bawaan). Komorbid jamak menyebabkan penderita lebih rawan ketika terkena suatu penyakit karena perawatan kesehatannya lebih kompleks. Penyakit bawaan atau komorbid Covid-19 di Indonesia yang perlu diwaspadai antara lain; Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi, Diabetes melitus, Penyakit jantung, Penyakit gangguan pernapasan, Penyakit ginjal kronis, Penyakit gangguan saraf, Gangguan endokrin dan Penyakit liver.
Di Indonesia, orang yang mengidap penyakit-penyakit diatas tidak sedikit yang berada pada usia produktif dan sangat beresiko mengalami kondisi yang lebih parah bahkan hingga kematian jika terinfeksi virus Covid-19.
Tak dipungkiri, pemerintah dengan berbagai elemennya sudah berupaya menerapkan berbagai strategi penanganan Covid-19. Secara teknis terdapat dua poin penting yang sedang dilakukan pemerintah untuk menekan laju penyebaran Covid-19.
Yang pertama adalah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro dan Darurat, kedua adalah program Vaksinasi Nasional.
PPKM Mikro adalah solusi paling efektif untuk menekan laju penyebaran Covid-19 saat ini. Dengan program ini, mobilisasi masyarakat dibatasi sehingga mengurangi interaksi dan kontak erat masyarakat.
Namun demikian muncul kendala baru, karena tuntutan ekonomi tidak sedikit masyarakat yang tidak mematuhi PPKM ini. Dalam hal ini sebenarnya pemerintah sudah memberlakukan beberapa program perlindungan sosial.
Pemerintah telah menggelontorkan dana triliunan untuk program perlindungan sosial selama pandemi Covid-19. Tujuannya adalah untuk meringankan beban ekonomi masyarakat, terutama masyarakat bawah.
Namun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kendala diantaranya anggaran yang tersedia masih belum cukup memenuhi seluruh lapisan masyarakat terutama masyarakat bawah, serta penerima bantuan yang tidak tepat sasaran.
Program yang tidak kalah penting adalah program vaksinasi bagi penduduk Indonesia. Berdasarkan data dari covid19.go.id hingga tanggal 11 Agustus 2021 tercatat 25 juta lebih penduduk Indonesia yang sudah melakukan vaksinasi lengkap (2 kali).
Sementara target nasional penduduk yang akan divaksin adalah 208 juta-an jiwa, artinya selama kurun waktu 8 bulan dari periode awal vaksinasi nasional, baru sekitar 12% penduduk yang sudah melakukan vaksinasi lengkap. Jika tren ini terus berlanjut, maka target nasional vaksinasi 100% bisa tercapai pada akhir tahun 2024. Tentu waktu yang terlalu lama untuk penanggulangan pandemi.
Belum lagi kesadaran masyarakat terhadap vaksinasi belum sepenuhnya tercapai. Masih terdapat masyarakat yang tidak percaya terhadap vaksin bahkan enggan untuk divaksin. Harapannya, tertama masyarakat usia produktif agar disegerakan untuk mengikuti vaksinasi lengkap sehingga dapat menekan angka penularan dan angka kematian akibat Covid-19.
Peran serta pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi pandemi ini harus sejalan. Pemerintah dan seluruh elemennya diharapkan profesional dan amanah dalam menjalankan program-program penanganan Covid-19.
Kendala-kendala yang terjadi dapat dievaluasi sehingga kedepannya kendala tersebut dapat diatasi. Selain pemerintah, peran serta masyarakat amat sangat penting dalam “perang” melawan pandemi ini.
Program PPKM dan vaksinasi nasional tentunya harus didukung oleh seluruh elemen masyarakat. Pun, PPKM dan vaksinasi masih menuai pro kontra, tentunya program 5-M agar dipatuhi dan dilaksanakan semaksimal mungkin, minimal untuk perlindungan diri dan keluarga. Salam Sehat.