Dua Pejuang Kemerdekaan Asal Cianjur Selatan, Yang Paling Dicari Pasukan KNIL

Perjuangan rakyat di Cianjur Selatan, hampir terjadi diwilayah Kecamatan Kadupandak, Tanggeng, Sukanagara, Agrabinta, hingga Sindangabarang.

Andi Ahmad S
Selasa, 17 Agustus 2021 | 14:48 WIB
Dua Pejuang Kemerdekaan Asal Cianjur Selatan, Yang Paling Dicari Pasukan KNIL
Ubed (Ubed (73) anak kedua pejuang Muhammad Uci Soleh, saat melihatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pejuang Alm Muhammda Uci Soleh [Suarabogor.id /Fauzi Noviandi]

SuaraBogor.id - Sejarah mengenai perlawanan rakyat Indonesia, di Kabupaten Cianjur, khususnya diwilayah Cianjur Selatan masih minim ketahui para generasi muda, bahkan hanya sebagian masyarakat yang mengetahuinya, seperti dua pejuang Kemerdekaan asal Cianjur.

Perjuangan rakyat di Cianjur Selatan, hampir terjadi diwilayah Kecamatan Kadupandak, Tanggeng, Sukanagara, Agrabinta, hingga Sindangabarang. Disetiap wilayah tersebut dipimpin oleh para pejuang asli daerah Cianjur.

Namun dari antara beberapa pimpianan pejuang yang paling terkenal pada saat itu, di oleh sebagaian masyarakat Cianjur Selatan, yaitu Muhammad Uci Soleh. Sabtu (14/8/2021).

Berdasarkan sumber yang dipeoleh SuaraBogor.id, Muhammda Uci Soleh merupakan sosok pejuang yang paling dicari tentara Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL) atau militer angkatan laut dari Kerjaan Belanda disaat perang kemerdekaan dan pasca Kemerdekaan sekitar tahun 1943 sampai 1948 lalu.

Baca Juga:Lagu Indonesia Raya: Sejarah, Pencipta, Sikap Khusus, Fakta Menarik

Ubed (73) anak kedua Muhammad Uci Soleh, mengisahkan, saat jaman kemerdekaan dan pasca Kemerdekaan beliau masuk dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan memiliki puluhan bawahan.

Pasukan KNIL, tidak hanya memburu pejuang kelahiran 17 Agustus 1920 silam itu. Akan tetapi rekan sekaligus sang pamanya yaitu Tuhfi Syamsudin merupakan sosok pejuang yang paling dicari oleh pasukan KNIL.

"Bapak memiliki banyak bawahan, namun orang yang paling dekat pada saat melakukan perlawanan terhadap pasukan KNIL, diantaranya yaitu, Tatang, Darja, Misbah dan sang pamannya yaitu, Tuhfi Syamsudin," kisah Ubed

Muhammda Uci Soleh dan Tuhfi Syamsudin serta beberapa bawahannya tersebut, merupakan putra asli kelahiran Desa Bojonglarang, Kecamatan Kadupaten, dan setelah dimekarkan Desa Bojonglarang masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Cijati.

Perjuangan Muhammad Uci Soleh serta pejuang lainnya itu, tidak hanya berjuang diwilayah Cianjur Selatan, tetapi mereka pun sempat ditugaskan ke Jogjakarta dan wilayah Gunung Rusah disekitaran Bogor - Sukabumi, hingga Bandung.

Baca Juga:HUT ke-76 RI, Wali Kota Pontianak Harap Pandemi Covid-19 Segera Sirna

"Bapak waktu itu dengan rekan - rekannya pergi ke Jogjakarta dengan berjalan kaki, untuk menemui para tentara Belanda untuk melakukan negosiasi dengan berjalan kaki. Namun sesampainya di Jogjakarta mereka malah dijebak, sehingga kembali lagi ke Cianjur Selatan," ucapnya.

Meski Muhammad Uci Soleh, dan rekan - rekannya telah kembali pulang ke Cianjur Selatan, namun para tentara KNIL masih mencarinya hingga ke Desa Bojonglarang, bahkan sejumlah beberapa rumah para pejuang itu, dirusak hingga ada juga dibakar.

Puluhan para pejuang, termasuk Muhammad Uci Soleh dan para bawahannya itu, terpaksa melarikan diri bersama istri hingga anak - anaknya kedalam hutan sekitar Kampung Cicurug yang berada di sebrang Sungai Cibuni.

"Saat itu saya, masih berusia sekitar 5 tahun, masih sangat jelas saat itu, para tentara Belanda sangat banyak bahkan diantara mereka dengan sengajak membakar rumah," kata Hindun Tuhfi (78) putri pertama dari pejuang Tuhfi Syamsudin.

Hindun mengisahkan, pada saat itu para pejuang hanya bersenjatakan golok yang berukuran panjang, senjat api laras pendek serta bambu runcing.

Pencarian KNIL terhadap Muhammad Uci Soleh dan para pejuang lainnya tidak hanya berhenti begitu saja, segala cara mereka lakukan, bahkan hingga membayar warga lokal dengan sepotong roti, untuk memberitahukan keberadaan para pejuang pemerdekaannya.

Karena pada saat itu keadaanya memang sangat, sebagian warga yang diintimidasi terpaksa harus menjadi mata-mata KNIL dan memberikan sejumlah informasi soal keberadaan para pejuang. Karena telah memberikan informasi pada tentara Belanda, seorang warga lokal itu pun terpaksa di eksekusi para pejuang.

Berkat berjuangannya, kini bangsa Indonesia terutama masyarakat Cianjur khsusnya Cianjur selatan dapat merasakan pengorbanan tenaga, keringat, harta hingga nyawa para pejuang.

Namun Ubed putri kedua pejuang Muhammad Uci Soleh, dan Hindun Tuhfi tidak mengetahui jelas perananan hingga pangkat terkahir para pejuang yang telah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

"Saat itu, yang saya ketahui bapak, memiliki atasan tiga orang. Namun yang paling sering disebutnya serta langsung dibawah perintah Kawilarang," ucap Ubed putri pejuang yang sudah sepuh tersebut.

Muhammda Uci Soleh tutup usia pada 83 tahun, tepatnya meninggal pada 20 Agustus 2004, sedangkan pejuang Tuhfi Syamsudin meninggal dunia diusia 73 tahun, wafat di Cianjur pada tahun 1995.

Meski perjuangan serta jasanya amat besar, Muhammad Uci Soleh tidak dimakamkan di tamam makam pahlawan seperti para pejuang lainnya, jasadnya hanya dimakamkan dibelakang kediaman putri keduanya. Sedangkan Tuhfi Syamsudin dimakamkan di TPU Sirnalaya, Kecamatan Cianjur, Kabupaten Cianjur.

Kontributor : Fauzi Noviandi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini