Bukan Hanya Bogor, 3.000 Desa Terjebak dalam Hutan, Mendes PDT Cari Solusi Darurat

Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) menyatakan kesiapan penuh untuk berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan demi menuntaskan masalah ini.

Andi Ahmad S
Jum'at, 10 Oktober 2025 | 19:14 WIB
Bukan Hanya Bogor, 3.000 Desa Terjebak dalam Hutan, Mendes PDT Cari Solusi Darurat
Foto udara Ilustrasi Wilayah desa di Bogor yang Lahannya Bermasalah. ANTARA FOTO/Basri Marzuki/foc.
Baca 10 detik
  • 3.000 desa di Indonesia terjebak dalam kawasan hutan secara administratif, menciptakan ironi struktural dan kemiskinan.

  • Mendes PDT akan koordinasi dengan Kemenhut untuk mencari solusi darurat status desa agar pembangunan tidak terhambat.

  • Ketidakjelasan status hukum desa dalam hutan memicu konflik lahan dan menghambat akses ekonomi serta pembangunan warga.

SuaraBogor.id - Sebuah ironi struktural yang telah lama membelenggu ribuan komunitas di Indonesia kini menjadi perhatian serius pemerintah. Sebanyak kurang lebih 3.000 desa, yang telah lama berdiri dan berpenduduk, ternyata secara administratif masuk 100 persen dalam kawasan hutan.

Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) menyatakan kesiapan penuh untuk berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) demi menuntaskan masalah krusial ini.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDT) Yandri Susanto menegaskan bahwa isu desa-desa yang berada dalam kawasan hutan ini bukanlah masalah sepele, melainkan sebuah agenda mendesak yang memerlukan pendekatan komprehensif.

Tanpa solusi yang jelas, ribuan desa ini akan terus menghadapi ketidakpastian administratif dan terjebak dalam lingkaran kemiskinan struktural.

Baca Juga:Mimpi Besar Bilqis, Insinyur Sipil Lulusan Munchen yang Bertekad Ratakan Sekolah di Pelosok Negeri

Untuk memberikan gambaran konkret mengenai kompleksitas masalah ini, Mendes Yandri menyoroti kasus Desa Sukawangi di Kabupaten Bogor.
Sebuah desa yang telah eksis sejak tahun 1930, namun secara mengejutkan, pada tahun 2014, seluruh wilayahnya ditetapkan sebagai kawasan hutan.

"Ternyata di 2014 desa itu menjadi kawasan hutan 100 persen. Padahal, sekolahnya sudah banyak, yang didirikan dengan APBN, APBD, jalan raya yang sudah ada, pondok pesantrennya banyak, puskesmas pembantunya sudah ada, rakyatnya bayar PBB, ada punya sertifikat, ikut pemilu terus. Kantor desa yang sudah berdiri sebelum SK Kehutanan itu ada," ucap Mendes Yandri, menjelaskan betapa absurdnya situasi Desa Sukawangi.

Fenomena seperti Desa Sukawangi ini bukan kasus tunggal. Ada 2.966 desa lain di seluruh Indonesia yang menghadapi situasi serupa, membutuhkan kejelasan status hukum agar warganya dapat hidup tenang dan berkembang.

Mendes Yandri secara tegas menguraikan setidaknya lima dampak negatif serius yang akan muncul jika penataan desa di kawasan hutan ini tidak segera dilakukan:

1. Akses Pembangunan Terhambat.

Baca Juga:Rekomendasi Minimarket dan ATM 24 Jam di Leuwiliang, Inilah Titik Penyelamat Baru Warga Bogor Barat

Masyarakat desa akan kesulitan mengakses program pembangunan dan anggaran pemerintah karena status administratif yang tidak jelas.

2. Konflik Berkepanjangan.

Potensi konflik antara masyarakat dengan negara atau pihak swasta terkait klaim lahan akan terus membara.

3. Akses Ekonomi Tertutup.

Pengembangan ekonomi lokal, investasi, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat akan terhambat karena ketidakpastian hukum atas tanah.

4. Tekanan Deforestasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak