SuaraBogor.id - Sejumlah patok pembatas rencana pembangunan terpasang di lokasi yang rencananya akan dijadikan kawasan wisata di lahan hutan konservasi milik Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), Cibodas, Kabupaten Cianjur.
Berdasarkan pantauan SuaraBogor.id, dilapangan terdapat dua patok pembatas yang berbedas, pertama patok berwarna putih biru terbur dari paralon, sedangkan patok kedua berwarna biru terbuat dari balok kayu.
Selain itu, pengembang juga telah mendirikan plang bertuliskan PT Cibodas Puncak Nirwana, Zona Pemanfaatan Mandalawangi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, SK No SK.469/1/KLHK/2020. Luas 59,22 Ha.
Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat Untuk Konservasi Alam Lingkungan Indonesia (Kadaka) Sabang Sirait, mengatakan sejumlah patok berwarna putih dari paralon sudah terpasang sekitar tehun 2018 lalu.
"Jumlah patoknya mungkin banyak, yang tersebar di lahan seluas 59, 22 hektar tersebut. Patok-patok batas itu sudah terpasang cukup lama. Bahkan, untuk patok paralon sudah terpasang sejak 2018," kata Sabang, yang juga pegiat lingkungan, kepada wartawan, Selasa (15/2/2022)
Pemasangan patok-patok batas tersebut, kata dia, tidak pernah diketahui dan disosialisasikan kepada masyarakat setempat.
"Pihak pengembang maupun TNGGP tidak pernah memberitahukan atau menyosialisasikan terkait pemasangan patok-patok batas tersebut. Kita mengetahuinya, setelah kita melihat langsung ke lokasi," jelasnya.
Ia mengatakan, selain memasang patok batas pengembang juga memasang plang bertuliskan PT Cibodas Puncak Nirwana.
"Pihak pengembang mengaku sempat menyosialisasikan terkait pemasangan patok batas dan plang. Namun, warga tidak pernah mengetahuinya. Bahkan, site plan pembangunan kawasan itu juga tidak pernah terbuka kepada warga," ujarnya.
Sabang mengungkapkan, apabila pembangunan kawasan wisata di lahan hutan konservasi itu tetap dilakukan akan berdampak pada kerusakan alam dan dapat menimbulkan bencana.
"Kita menolak keras pembangunan kawasan wisata tersebut. Jika rencana pembangunan tidak dihentikan dampak lingkungannya pada masyarakat setempat," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Pegiat lingkungan dan warga menolak rencana pembangunan kawasan wisata di area Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).
Sejumlah spanduk penolakan rencana pembangunan dikawasan tersebut pun bermunculan. Spanduk penolakan yang mengatas namakan warga Kampung Singabarong dan Menceng itu terpasang disejumlah titik.
Dalam spanduk tersebut bertuliskan, kami warga Kampung Menceng, Singabarong dan Dawuan menolak pembangunan di kawasan TNGGP, Senin (14/2/2022).
Leuweng na utuh, ra'yatna patuh imanna teguh, Leuweng na beak, ra'yat na harak, imanna ruksak (Hutanya utuh, rakyatnya patuh, imannya teguh, Hutan habis, rakyatnya galak, iman pun rusak, tulis dalam spanduk berukuran sekitar 3 meter itu.
Ketua Surya Kadaka Indonesia, Sabang Sirat membenarkan terkait sejumlah warga yang memasang spanduk penolakan pembanguanam diarea TNGGP.
"Masyarakat menolak rencana pembangunan diarea tersebut, artinya tidak ada keterbukaan tentang perizinan, Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) serta tentang prinsipnya," kata dia saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.
Pembangunan tersebut, kata dia, rencananya akan memakai lahan seluas 59,22 hektar dikawasan hutan konservasi TNGGP, meski masuk dalam zona pemanfaatan. Namun apabila pembangunan itu dilakukan maka area konservasi akan rusak.
"Itu hutan konservasi di zona pemanfaatan, artinya walaupun bisa dimanfaatkan bukan berarti masuk dalam hutan. Artinya nanti bakal ada bentang-bentang alam yang dirusak, seperti pohon ditebang, dan kali tercemar," ucapnya.
Kontributor : Fauzi Noviandi