SuaraBogor.id - Insiden ambruknya atap SMKN 1 Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang melukai puluhan siswa bukan sekadar berita duka biasa.
Jika dilihat lebih dalam, kejadian ini mengungkap sejumlah fakta mengkhawatirkan yang menunjukkan adanya masalah serius dan sistemik pada infrastruktur pendidikan di Kabupaten Bogor.
Ini bukan lagi soal nasib sial, melainkan tentang keamanan yang terancam. Berikut adalah 3 fakta mengerikan di balik tragedi yang terus berulang ini.
1. Terjadi di Jam Sibuk Belajar, Bukan Gedung Kosong
Baca Juga:Lagi, Sekolah di Bogor Ambruk! Alarm Bahaya Kualitas Bangunan Mengancam Nyawa Siswa
Fakta paling mengerikan dari insiden ini adalah waktunya. Atap SMKN 1 Cileungsi ambruk sekitar pukul 09.20 WIB, tepat saat proses belajar mengajar sedang berlangsung intensif.
Ini bukan gedung kosong yang runtuh di malam hari atau saat libur. Ini adalah ruang kelas aktif yang penuh dengan siswa dan guru.
Fakta ini menegaskan bahwa para siswa berada dalam bahaya nyata dan langsung.
Beruntung tidak ada korban jiwa, namun insiden ini menunjukkan betapa tipisnya batas antara belajar dan bencana di sekolah-sekolah yang bangunannya mungkin sudah tidak layak.
2. Pola Berulang: Alarm dari Insiden SDN Nangela Diabaikan?
Baca Juga:Ketua DPRD Apresiasi Kegiatan RRI Fest Bertema Lebih Sehat, Lebih Hijau, Lebih Berbudaya
Ini bukan kejadian pertama dalam waktu dekat. Publik perlu tahu bahwa ambruknya SMKN 1 Cileungsi adalah insiden kedua dalam rentang waktu kurang dari sebulan. Sebelumnya, pada Minggu, 31 Agustus 2025, bangunan **SDN Nangela** di Kecamatan Nanggung juga mengalami nasib serupa.
Terulangnya kejadian ini adalah sebuah pola, bukan lagi kebetulan. Ini menjadi bukti kuat bahwa ada masalah mendasar pada pengawasan dan pemeliharaan kualitas bangunan sekolah di Kabupaten Bogor.
![Penampakan Atap Bangunan SMKN 1 Cileungsi Yang Roboh [Egi/Suarabogor]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/09/10/83327-smkn-1-cileungsi.jpg)
Insiden pertama seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah daerah untuk melakukan audit, namun kejadian kedua menunjukkan seolah alarm tersebut diabaikan.
3. Bukan Cuma Kerusakan Fisik: 35 Siswa Menjadi Korban
Di balik berita tentang "bangunan ambruk", ada harga mahal yang harus dibayar keselamatan para siswa.
Insiden di SMKN 1 Cileungsi menyebabkan 35 orang murid harus dilarikan ke dua rumah sakit berbeda, yaitu RS Thamrin Cileungsi dan RS Mary Cileungsi.
Angka ini bukanlah statistik kecil. Ini adalah puluhan anak-anak yang mengalami luka fisik dan kemungkinan besar trauma psikologis mendalam.
Fakta ini mengubah narasi dari sekadar kerusakan infrastruktur menjadi krisis kemanusiaan di lingkungan pendidikan, di mana tempat yang seharusnya paling aman justru menjadi sumber petaka.