-
Pemerintah Provinsi Jabar membatasi operasional tambang di Bogor hingga Desember 2025 untuk atasi dampak lingkungan dan lalu lintas.
-
Kebijakan ini memicu kekhawatiran terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Bogor yang bergantung pada sektor tambang.
-
Bupati Bogor diminta mengendalikan kebijakan ini, serta koordinasi dengan Polda dan Kodam III Siliwangi.
SuaraBogor.id - Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) melalui Gubernur Dedi Mulyadi resmi memberlakukan pembatasan sementara terhadap kegiatan tambang dan operasional angkutan barang tambang di tiga wilayah strategis Kabupaten Bogor yakni di Kecamatan Parungpanjang, Rumpin, dan Cigudeg.
Kebijakan ini, yang tertuang dalam surat edaran Nomor 144/HUB.01.01.01/PEREK, akan berlaku hingga Desember 2025 mendatang.
Langkah ini diambil di tengah desakan publik terkait dampak lingkungan dan lalu lintas, namun di sisi lain, mulai memicu kekhawatiran serius terhadap stabilitas pendapatan asli daerah Kabupaten Bogor yang sangat bergantung pada sektor ini.
Keputusan Gubernur Dedi Mulyadi ini merupakan intervensi signifikan dalam aktivitas ekonomi di salah satu sentra pertambangan terbesar di Jawa Barat, dan disinyalir menjadi respons atas kompleksitas masalah yang sering terjadi di wilayah tersebut, seperti kemacetan parah dan kerusakan infrastruktur jalan akibat lalu lalang truk-truk tambang bertonase besar.
Baca Juga:Respon Cepat Surat Edaran Pusat, Kota Bogor Hidupkan Kembali Siskamling di Seluruh Wilayah
Namun, pemangkasan kapasitas produksi dan operasional ini juga menimbulkan dilema kebijakan bagaimana menyeimbangkan antara perlindungan lingkungan dan infrastruktur dengan keberlangsungan ekonomi daerah serta pendapatan pemerintah setempat.
Dalam surat edaran tersebut, Gubernur Dedi Mulyadi menetapkan sejumlah poin penting yang harus ditaati oleh seluruh pihak terkait.
Poin pertama adalah pembatasan produksi dan penjualan hasil tambang. “Itu seluruh kegiatan tambang yang ada di wilayah Kecamatan Parung Panjang, Kecamatan Rumpin, dan Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor dan diperuntukan untuk kebutuhan di wilayah Jawa Barat,” kata Dedi Mulyadi.
Produksi dan penjualan dibatasi hingga 50 persen dari rencana yang sudah ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku. Kebijakan ini secara langsung akan mengurangi volume material tambang yang keluar dari ketiga kecamatan tersebut, yang selama ini menjadi pemasok utama bagi kebutuhan pembangunan di Jawa Barat.
Poin kedua dalam surat edaran itu menegaskan kewajiban bagi seluruh transporter untuk mentaati Peraturan Bupati Bogor Nomor 56 Tahun 2023.
Baca Juga:Dari Data Pemilih hingga Fasilitas, Bawaslu Bogor Beri Catatan Penting untuk Perbaikan Sistem Pemilu
Peraturan ini merupakan perubahan atas Peraturan Bupati Bogor Nomor 121 Tahun 2021, yang secara spesifik mengatur tentang Pembatasan Waktu Operasional Kendaraan Angkutan Barang Khusus Tambang pada Ruas Jalan di Wilayah Kabupaten Bogor.
Regulasi ini penting untuk mengatasi masalah kemacetan dan kerusakan jalan yang kerap dikeluhkan masyarakat setempat, namun seringkali sulit ditegakkan secara konsisten di lapangan.
Poin ketiga menekankan kepatuhan terhadap aturan daya angkut muatan hasil produksi pada kendaraan angkutan barang.
Aturan ini harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan kewajiban mempergunakan alat penimbangan yang ada pada setiap wilayah izin usaha tambang.
Pengawasan daya angkut ini bertujuan untuk mencegah overload yang menjadi penyebab utama kerusakan jalan dan peningkatan risiko kecelakaan lalu lintas.
Keempat, surat edaran juga mengatur penertiban kelengkapan surat muatan untuk angkutan barang. Ketentuan ini mencakup beberapa hal penting, yakni Surat muatan harus diterbitkan oleh pemilik barang yang diangkut, harus berisi keterangan jenis barang yang diangkut, tujuan pengiriman barang, dan nama serta alamat pemilik barang.