-
Tanah 800 hektare dua desa Bogor terancam dilelang akibat utang BLBI. Mendes PDT turun tangan.
-
Mendes PDT Yandri Susanto desak pengembalian tanah desa 800 hektare untuk kepastian hukum dan ketahanan pangan nasional.
-
Penyelesaian masalah agraria ini butuh payung hukum baru dan kolaborasi lintas kementerian akibat tumpang tindih kawasan hutan.
SuaraBogor.id - Sebuah ironi sejarah kembali mencuat di Kabupaten Bogor. Dua desa, yaitu Desa Sukaharja dan Sukamulya, yang telah eksis jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, kini terancam dilelang.
Tanah seluas total sekitar 800 hektare di kedua desa tersebut menjadi agunan atas utang yang berasal dari era 1980-an, terkait dengan skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Menanggapi situasi genting ini, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto langsung turun tangan, menyatakan kesiapannya untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat.
Mendes PDT Yandri Susanto menunjukkan komitmen seriusnya dengan langsung mengunjungi lokasi plang penyitaan aset di Desa Sukaharja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Kamis.
Baca Juga:Bongkar Pasang Dapil Bogor 2029: KPU 'Mainkan' Kursi di Dapil IV, Ciomas Siap Guncang Peta Politik?
Dalam kunjungan tersebut, Yandri menegaskan bahwa masalah ini bukan hanya tentang aset, tetapi juga tentang harkat hidup masyarakat desa yang telah puluhan tahun terampas haknya.
"Saya sudah minta kepada negara, terutama ke pihak Kejaksaan. Saya juga akan diskusi dengan Pak Jaksa Agung. Kita minta ini dikeluarkan dari aset yang digadaikan sehingga menjadi milik desa, kembali menjadi milik rakyat," kata Mendes Yandri, dilansir dari Antara.
Menurut Mendes Yandri, pengembalian dua desa ini kepada warganya memiliki dua tujuan utama, pertama, memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, dan kedua, mendorong kembali aktivitas produktif yang sangat penting bagi ketahanan pangan nasional.
"Masyarakat bisa punya kepastian hukum. Oleh karena itu, saya datang ke sini," tegas Yandri.
Tanah seluas sekitar 800 hektare, meliputi 337 hektare di Desa Sukaharja dan 451 hektare di Desa Sukamulya, saat ini terdaftar sebagai aset yang disita akibat BLBI.
Baca Juga:Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
Kondisi ini telah mengganggu kehidupan masyarakat, khususnya berkaitan dengan sektor ekonomi. Bayangkan, desa yang berdiri sejak 1930, jauh sebelum Republik ini merdeka, kini warga tidak bisa memanfaatkan lahan yang dimiliki sebagaimana mestinya. Mereka tidak bisa bercocok tanam secara maksimal atau mengembangkan potensi ekonomi lainnya karena status tanah yang terkatung-katung.
Mendes Yandri juga menyampaikan bahwa terdapat dugaan kesepakatan yang tidak seharusnya saat tanah desa tersebut diagunkan pada era 1980-an.
Tidak hanya itu, ucapnya, pihak bank juga diduga tidak melakukan verifikasi yang tepat dengan meninjau langsung lokasi desa. Artinya, ada potensi maladministrasi atau bahkan penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan hak kepemilikan masyarakat terenggut.
Oleh karena itu, Mendes Yandri menegaskan, negara harus hadir dengan fokus pada terwujudnya regulasi yang bisa menjadi payung hukum untuk melindungi hak kepemilikan desa tersebut.
Ini bukan hanya tentang kasus Sukaharja dan Sukamulya, melainkan tentang preseden penting bagi desa-desa lain di Indonesia yang mungkin menghadapi masalah serupa.
Penyelesaian masalah ini memerlukan kerja sama lintas sektor. Mendes Yandri menyatakan bahwa seluruh kementerian/lembaga akan berkolaborasi untuk menyelamatkan aset masyarakat di dua desa itu.