Kisah Haru Pedagang Ayam Ciseeng, Bebas Penjara Berkat Restorative Justice

Ia lolos dari dinginnya jeruji besi setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bogor menerapkan prinsip Restorative Justice (RJ) pada Jumat, 5 Desember 2025.

Andi Ahmad S
Jum'at, 05 Desember 2025 | 21:23 WIB
Kisah Haru Pedagang Ayam Ciseeng, Bebas Penjara Berkat Restorative Justice
Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor memberikan Restorative Justice kepada penjual ayam di Bogor [Egi/SuaraBogor].
Baca 10 detik
  • Pedagang ayam keliling (SR) di Bogor lolos dari jerat hukum penadah barang curian berkat Restorative Justice (RJ). Kejaksaan menerapkannya setelah korban memaafkan.

  • Latar belakang ekonomi sulit dan istri hamil 5 bulan membuat korban luluh, melihat SR membeli motor curian murah untuk mencari nafkah menghidupi keluarganya.

  • Meskipun bebas dari penjara, SR dikenakan sanksi sosial selama tiga bulan, wajib mengaji malam Jumat dan bersih-bersih masjid, sebagai pembinaan karakter.

SuaraBogor.id - Di tengah stigma hukum yang sering dianggap tajam ke bawah, tumpul ke atas, sebuah kisah menyentuh hati datang dari Kabupaten Bogor.

SR (24), seorang pemuda yang sehari-harinya berjuang mengais rezeki sebagai pedagang ayam keliling, akhirnya bisa bernapas lega.

Ia lolos dari dinginnya jeruji besi setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bogor menerapkan prinsip Restorative Justice (RJ) pada Jumat, 5 Desember 2025.

SR sebelumnya terjerat kasus hukum sebagai penadah barang curian. Ia membeli sepeda motor tanpa surat-surat resmi alias bodong yang ternyata merupakan hasil kejahatan.

Baca Juga:Pembangunan Koperasi Merah Putih Bogor Haram Beli Lahan Baru, Kajari: Kita Pakai Aset Desa

Namun, di balik kesalahan tersebut, terdapat sisi kemanusiaan yang membuat korban luluh dan memilih memaafkan.

Kasus ini bermula dari desakan ekonomi. SR membutuhkan kendaraan operasional untuk berjualan ayam kampung keliling demi menghidupi keluarganya.

Dengan modal pas-pasan, ia mencari motor murah dan akhirnya mendapatkan tawaran yang menggiurkan namun menjebak.

Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor, Denny Achmad, menjelaskan bahwa SR membeli motor tersebut seharga Rp2,4 juta. Sebuah harga yang sangat tidak wajar untuk motor layak jalan.

"Dia membeli motor seharga Rp2,4 juta, harusnya dia sudah mengetahui pasaran motor itu tidak semurah itu, dan motornya pun tidak ada suratnya," kata Denny Achmad.

Baca Juga:Demi Sukseskan Program Prabowo, Kejari Bogor Bekali Kades Ilmu 'Anti-Korupsi'

Kecerobohan SR yang mengabaikan legalitas kendaraan demi harga murah menjadi awal petaka. Padahal, motor itu digunakan murni untuk mencari nafkah halal.

"Tersangka membeli motor itu dipergunakan untuk jualan ayam kampung keliling, dia ngambil dari peternak, dijual di pasar dinaikkan 5 ribu sampai 10 ribu," lanjut Denny.

Nasib sial SR bermula dari obrolan dengan kenalannya. Ia mengutarakan niat mencari motor murah. Informasi ini kemudian sampai ke telinga pelaku pencurian kendaraan bermotor yang saat itu berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO).

"Penadahnya cerita ke kawannya dia mau cari motor, kawan ini DPO ngomong ke temennya 'itu temen gua di rumahnya nyari motor' 3 hari setelah kejadiannya datang itu si pencuri motor," jelas Denny.

Transaksi pun terjadi. Namun, kejahatan tidak bisa ditutupi selamanya. Tiga minggu berselang, pelaku utama pencurian tertangkap. SR pun ikut terseret ke kantor polisi karena menguasai barang bukti hasil curian tersebut.

Puncak dari drama hukum ini terjadi saat proses mediasi. Korban pencurian yang dipertemukan dengan SR akhirnya mengetahui latar belakang kehidupan sang penadah. Melihat kondisi ekonomi SR yang serba sulit, ditambah fakta bahwa istri SR sedang mengandung buah hati berusia 5 bulan, hati korban tergerak.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak