Scroll untuk membaca artikel
Andi Ahmad S
Kamis, 30 September 2021 | 11:45 WIB
Ilustrasi Partai Komunis Indonesia (PKI) ditangkap militer. [Suara.com/Iqbal]

'Saya tapol termuda'

Luka masa lalu juga diceritakan Poppy Anasari, anak Murad Aidit.

Ia bercerita tujuh hari setelah ia dilahirkan, ia turut diboyong ke penjara bersama ibunya, Nurtjahja Murad.

Ibunya sendiri, kata Poppy tak aktif berpolitik. Tapi dia juga ditangkap karena, seperti ayahnya, bersekolah di Rusia dengan dana dari DN Aidit.

Baca Juga: Perolehan Medali PON Papua 29 September: DKI Geser Tuan Rumah

"Saya tapol termuda, dibawa ke penjara karena mama saya dibawa juga. Saya nyusu di sana sampai 40 hari."

Hingga usia remaja, Poppy diurus oleh keluarganya yang lain karena ayah dan ibunya masih dalam penjara.

Pada usia 15 tahun, ia baru bertemu dengan ayah dan ibunya, yang mula-mulanya diperkenalkan sebagai paman dan bibinya.

"Kalau ditanya, hati kecil itu saya kesal karena saya dipisahkan dari ibu dan bapak kandung saya. Harusnya saya hidup dengan mereka,"

"Kebersamaan itu direnggut. Siapa bisa ganti kerugian spiritual, material? Nggak ada yang bisa ganti kasih sayang yang terhapuskan," ujarnya.

Baca Juga: Biaya Komitmen Formula E Jakarta Lebih Mahal, Alibi Anies: Tiap Kota Berbeda

Meski ia masih berharap pelurusan sejarah '65 dapat dilakukan, secara pribadi, Poppy mengatakan dia tidak lagi memiliki konflik dengan mereka yang dulunya dianggap berseberangan.

[beritabali.com/ilustrasi: gede hartawan/Siswa SMP Sudah Ikut Berpolitik di 1964]

"Saya dengan keluarga Jendral Ahmad Yani, AH Nasution, baik sekali. Kita di organisasi FSAB (Forum Silaturahmi Anak Bangsa) memang berhenti mewarisi konflik dan nggak buat konflik baru," ujarnya.

Perlukah 'pelurusan sejarah'?

Sejumlah orang yang mengaku mendapat perlakuan tak adil karena dituduh berafiliasi dengan PKI, berulang kali meminta dilakukannya pelurusan sejarah terkait peristiwa '65.

Beberapa peneliti juga mengatakan sebaiknya negara minta maaf kepada korban pelanggaran HAM dalam kurun waktu 1965-1966.

Meski begitu, menurut cucu DI Pandjaitan, Samuel dan Sifra, apa yang disebut pelurusan sejarah itu tak perlu dilakukan.

Load More