SuaraBogor.id - Tanggal 17 Agustus 1945 lalu, bangsa Indonesia memprolamasikan kemerdekaannya, setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu. Namun Pihak Belanda tidak membiarkan begitu saja langkah negara bekas jajahanya itu memproklamasikan kemerdekaan.
Belanda yang tidak mau mengakui Kemerdekaan Bangsa Indonesia, terus berupaya untuk kembali merebut wilayah Indonesia, secara diplomatik maupun perlawanan secara fisik.
Bahkan semenjak Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Belanda dan Indonesia beberapa kali melakukan perjanjian. Seperti perjanjian Lingkarjati, dan Renville dilakukan. Namun perjanjian Renville itu sangat merugikan pihak Indonesia.
Hingga selang beberapa Belanda menyerang Yogjakarta yang pada saat menjadi Ibu Kota Republik Indonesia. Bahkan akibat pertempuran pun meluas dan terjadi diberbagai kota, termasuk di Kabupaten Cianjur.
Baca Juga:Pakai Bahasa Indonesia, Mesut Ozil Ucapkan HUT RI Ke-76
Salah satu pertempuran yang terjadi di Kabupaten Cianjur, yaitu tepatnya terjadi di Kampung Cijaruman, Desa Cijaruman, Kecamatan Cibeber. Dalam pertempuran itu melibatkan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dari Resimen Tangeran dengan Tentara Belanda.
Aris Mustafar Komunitas The Bring (Komunitas sejarah) Cianjur, mengisahkan pada tahun 1946 wilayah Kabupaten Cianjur sudah dikuasai Belanda, dan batas wilayahnya hingga di Jembatan Ereng, di Kecamatan Cibeber, Cianjur.
"Jembatan Ereg yang merupakan batas wilayah antara Indonesia dengan Belanda, atau zona bebas. Jadi saat itu, wilayah Cianjur Selatan masuk dalam wilayah Indonesia, sedangkan dari sebagian wilayah Cibeber hingga Kota Cianjur masuk dalam kekuasaanya Belanda," tuturnya.
Namun antara sekitar tahun 1946 hingga 1947, menurut Aris, pihak Belanda yang tengah melakukan patroli disekitar perbatasan tersebut, bertemu dan langsung dihadang oleh salah satu regu dari Resimen Tangerang. Akibatnya pertempuran pun tidak bisa dihindari.
Setelah bertempur dengan sangat sengit, dan persenjataan, serta taktik berperanga dari tentara lebih baik. Akibatnya dalam pertempuran tersebut tiga orang anggota dari Resimen Tangerang yaitu Kopral Syarif, dan dua lainnya yang kurang diketahui namannya gugur ditempat
Baca Juga:Timnas Indonesia Ngebet Berkandang di JIS, Ingin Segera Gelar Latihan
"Pada saat pertempuran, ketika itu tentara Belanda melambung atau berpencar ke arah kiri, dan saat personil dari TKR fokus kearah depan, tiba - tiba ditembak dari arah belakang sehingga Kopral Syarif dan dua rekannya gugur dilokasi itu," kisahnya.
Menurutnya, meski beberapa saksi sejarah menyebutkan ada tiga orang dari pihak Indonesia. Dirinya menyakini terdapat belasan personil TKR yang terlibat pertempuran dengan Belanda tersebut.
"Setelah Kopral Syarif gugur, usai bertempur dengan pihak Belanda, jasadnya sempat di makamkan di Taman Pahlawan Cibaregbeg, Desa Cimanggu, Kecamatan Cibeber. Tetapi setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia jasad Kopral Syarif kemudian dipindahkan ke Tangerang," katanya.
Atas jasa dan pengorbanan dan pengabdianya Pemerintah Indonesia sekitar tahun 1970, membuat sebuah tugu yang bertuliskan Gugurnya Kopral Syarif.
Tugu yang sempat terlantar tersebut, sempat dilakukan renovasi dua kali oleh warga sekitar yang peduli terhadap jasa para pahlawah kemerdekaan. Kini Tugu berwarna merah, putih dan hijau, dan terdapat helm diatasnya serta bediri tegal sebuah tiang bendara Indonesia itu, tampak sebuah tulisan.
Tugu Pahlawan Revolusi Kemerdekaan. Gugurnya Kopral Syarif tahun 1949.
"Sebenarnya tugu itu, merupakan Tugu Pahlawan, namun karena terdapat helm diatasnya, sehingga masyarakat sekitar menyebutnya Tugu Helm," kata Aris
Kontributor : Fauzi Noviandi