SuaraBogor.id - Sebuah video beredar di dunia maya memperlihatkan puluhan buruh memenuhi ruangan yang diduga Kantor Gubernur Banten, Wahidin Halim pada Kamis ( 23/12/2021 ).
Parahnya para buruh tersebut bergantian menduduki kursi Gubernur secara bergantian dan berfoto ria dan selfi.
Seperti buruh berkemeja biru yang dengan santainya duduk di kursi Gubernur dan berfoto ria, kemudian disusul bergantian rekannya mengenakan kaos berlengan panjang hijau kombinasi hitam yang dengan sumringahnya tersenyum lebar bak Gubernur lalu diabadikan gambarnya oleh teman temannya.
Puluhan buruh itu berseragam federasi masing masing. Sebagian asyik bergantian foto sembari duduk di kursi Gubernur, sebagian lagi tampak memenuhi ruangan.
Baca Juga:Tak Ada Penyekatan, Begini Skema Pengamanan Libur Nataru di Jawa Barat
Bak museum, ruangan tempat Gubernur bekerja itu dipenuhi para buruh yang mondar mandir dan mengabadikan potret mereka disana.
Dalam keterangan unggahan akun Instagram @indoviralin ini menyebutkan bahwa aksi para buruh memasuki dan menduduki kantor Gubernur Banten adalah aksi protes bentuk kekecewaan atas tuntutan revisi Upah Minimum Kabupaten/Kota ( UMK ) 2022 yang meminta dinaikkan 5,4 persen tidak ditanggapi.
Entah bagaimana bisa mereka masuk dan dengan leluasa menjelajah ruangan Kantor Gubernur.
Warganet yang melihatnya pun merasa bingung bagaimana ini bisa terjadi. " Pa Gubernur na kemana gitu ( pak Gubernurnya kemana ) kok bisa masuk memang digerbang tidak dijaga," tanya salah satu akun @piansopia***.
Unggahan ini telah disaksikan sebanyak 3 ribu lebih warganet. Seperti diketahui sebelumnya, serikat buruh dan pekerja telah melakukan aksi unjuk rasa untuk mendesak Gubernur B anten Wahidin Halim agar merevisi besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota ( UMK ) tahun 2022 dengan berorasi, menjebol pintu gerbang kantor Gubernur hingga menutup Jalan Syekh Nawawi Albantani, Curug, Kota Serang Rabu ( 22/12/2021 ).
Baca Juga:Edy Rahmayadi Ajak Umat Beragama Berdoa untuk Keselamatan
Mereka menuntut kenaikan 5,4 persen atas dasar inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Kontributor : Ririn Septiyani