SuaraBogor.id - Di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, terdapt sebuah daerah bernama Kampung Adat Miduana di Desa Naringgul.
kampung itu merupakan surga tersembunyi di selatan Cianjur dan berbatasan dengan Kabupaten Bandung. Saat ini, kamung itu akhirnya membuka diri untuk dikembangkan pemerintah daerah.
Kampunga Adat Miduana berasal dari kata Midua dalam artian terbagi dua karena berada diantara dua Sungai Cipandak, Cipandak hilir dan Cipandak girang yang kemudian bertemu menjadi Sungai Cipandak yang dikenal memiliki arus landai dan tidak curam.
Kampung ini pertama kali dibuka degan istilah Joglo Alas Roban yang dipimpin Eyang Jiwa Sadana, pertama kali hanya dihuni sembilan kepala keluarga termasuk Jiwa Sadana. Mereka kemudian secara turun temurun beranak cicit hingga saat ini tetap memegang pikukuh karuhun dengan segala aturannya.
Baca Juga:ABG Citayem Sebut Gubenur DKI Ridwan Kamil, Ini Respon Menohok Anies Baswedan
Kedusunan Miduana masih berpegang teguh pada tradisi kesundaan yang kuat dalam kehidupan sehari-hari terhampar dalam area 1.041 hektar persegi, meliputi 11 rukun tetangga atau RT, dan 4 rukun warga atau RW yang dihuni 280 kepala keluarga terdiri dari 557 laki-laki, 650 perempuan dengan total jiwa 1.207.
Seluruh warga kampung adat tersebut mengandalkan penghidupan dari hasil pertanian, mereka menjalankan "tetekon" atau aturan tradisi tata kelola pertanian yang dijalankan secara turun temurun. Namun saat ini hanya sebagian kecil yang sudah memulai beralih ke sektor lain seperti berdagang dan membuka usaha kecil.
Kokolot atau sesepuh Kampung Adat Miduana Abah Yayat, mengatakan Desa Balegede tidak terlepas dari dari dua tokoh kembar yang merupakan pendiri Balegede, Eyang Jagat Nata dan Eyang Jagat Niti. Keduanya merupakan keturunan dari Kerajaan Padjajaran yang mencari tempat pemukiman guna menghindari kemelut Kerajaan Sunda.
Sehingga Jagat Nata dan Jagat Niti berhasil mendirikan perkampungan baru dan membuat tempat perjumpaan atau pasamoan dengan koleganya dari berbagai wilayah dalam rumah besar bernama Balegede yang artinya tempat perjumpaan besar.
Selanjutnya Eyang Jagat Niti memiliki enak Eyang Jagat Sadana yang berhasil membuka kampung atau dusun Miduana yang tidak jauh dari Balegede, sehingga Jagat Sadana mendapat tempat spesial dari warganya sebagai pembuka hutan belantara atau leuweung peteng menjadi tempat tinggal secara matuh atau menetap.
Sampai saat ini, keturunan dari sesepuh kampung masih memegang teguh budaya yang ada secara turun temurun seperti Dongdonan Wali Salapan, Lanjaran Tatali Paranti, Mandi Kahuripan, Opatlasan Mulud, dan berbagai kesenian buhun yang masih diajarkan ke generasi muda.
Kesenian yang masih dipertahankan hingga saat ini seperti Wayang Gejlig, Nayuban dan Lais selain wayang golek, calung, rengkong, reog, tarawangsa, patun buhun dan lain-lain yang merupakan warisan dari para leluhur kampung.
Tidak hanya adat dan kesenian yang masih dipertahankan sejak dulu, di kampung adat juga terdapat sejumlah situs yang masih dijaga kelestarian dan keberadaanya seperti Batu Rompe yang diyakini sebagai sisa peninggalan ribuan tahun lampau berupa batu menhir yang sudah hancur berkeping-keping akibat bencana.
Tidak jauh dari Batu Rompe terdapat situs Arca Cempa Larang Kabuyutan yang dipercaya warga sekitar sebagai peninggalan Kerajaan Sunda berusia lebih dari 2.000 tahun dan di Kampung Kubang Bodas terdapat Goa Ustrali atau Australi.
Selama ratusan tahun warga kampung adat yang tertutup dari kemajuan dan teknologi termasuk pemberitaan media ungkap Yayat, membuat pembangunan terhambat, tapi tidak untuk pendidikan karena banyak anak keturunan kampung adat yang sudah menempuh pendidikan hingga sarjana.
Selama ini juga anak keturunan menjaga agar kampung itu tidak banyak didatangi orang luar karena adat istiadatnya berbeda dengan luar kampung. Namun dengan adanya pembinaan dari Yayasan Lokatmala dan Pemkab Cianjur, semua warga siap untuk membuka diri.
- 1
- 2