SuaraBogor.id - Budayawan yang juga mantan Wakil Bupati Bogor, Karyawan Faturachman memberikan sentilan keras untuk pemimpin di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Sentilan itu dilontarkan Karfat sapaan akrabnya saat menyambut positif kirab Mahkota Binokasih Sang Hyang Pake yang singgah ke Kabupaten Bogor.
Bagi sosok yang akrab disapa Karfat ini, kirab tersebut bukan sekadar seremoni, melainkan pertanda arah baru bagi tanah Tegar Beriman.
"Bogor ini mulai berubah warnanya, dari era agamawan menuju budayawan. Harapannya, budayawan itu kalau pulang ya ke rumah, bukan ke Sukamiskin," ujarnya kepada wartawan.
Baca Juga:Hormati Pahlawan, Jalan Utama di Bogor Kini Bernama Soekarno-Hatta hingga Jenderal Hoegeng
"Karena budayawan itu dibekali rasa malu oleh leluhurnya." sambungnya.
Karfat menegaskan, perbedaan mendasar antara pemimpin berjiwa budayawan dan agamawan terletak pada moral dan etika. "Agamawan kadang hanya soal dosa, asal bersujud dosanya dianggap lepas semua. Tapi kalau budayawan, ia membawa ikumaran—rasa malu, harga diri, etika. Itu warisan kultural yang kuat," tuturnya.
Menurutnya, kehadiran Mahkota Binokasih menjadi simbol penting. Ia berharap ini menjadi pertanda hadirnya era baru kepemimpinan yang lebih terbuka dan membumi. "Kalau kemarin wartawan mau ketemu bupati susah, mudah-mudahan sekarang lebih gampang," ujar Karfat dengan nada jenaka.
Jejak Binokasih di Bogor
Menjawab soal kaitan historis Mahkota Binokasih dengan Bogor, Karfat menuturkan bahwa memang ada benang merah sejarah yang menghubungkan. “Dulu ada Kerajaan Sunda Galuh, kedudukannya di Pakuan. Dan Pakuan itu adalah Bogor,” jelasnya.
Baca Juga:Euforia Kirab Mahkota Binokasih Berujung Macet Panjang di Cibinong, Warga Keluhkan Kurang Sosialisas
Namun pada fase akhir kekuasaan, sekitar delapan tahun terakhir masa pemerintahan, raja Sunda Galuh memerintah dari Pandeglang, titik awal berdirinya kerajaan yang dikenal sebagai Salakanagara. “Tutup bukunya juga di sana,” ucap Karfat.