SuaraBogor.id - Sebuah gebrakan signifikan dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor untuk mengatasi salah satu masalah sosial paling mendasar tempat tinggal.
Menghadapi data mengejutkan adanya 14.000 Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) yang tersebar di wilayahnya, Pemkab Bogor secara drastis menambah anggaran program Rutilahu dalam APBD tahun 2025.
Langkah ini bukan sekadar penambahan biasa, melainkan sebuah akselerasi masif yang menargetkan perbaikan 3.000 rumah warga dalam satu tahun sebuah lompatan besar dari target-target sebelumnya.
Setiap keluarga penerima manfaat akan mendapatkan stimulus sebesar Rp20 juta untuk mengubah hunian mereka menjadi tempat yang lebih aman dan sehat.
Baca Juga:Pemkab Bogor, Polres dan Kodim Bersinergi Perluas Dapur Makan Bergizi untuk Pelajar
Bupati Bogor, Rudy Susmanto, menegaskan bahwa kebijakan ini diambil sebagai respons atas situasi darurat yang tidak bisa lagi ditangani dengan langkah-langkah normatif.
- Masalah Utama: 14.000 Rumah Tidak Layak Huni
- Target Lama (Estimasi): ~100 rumah / tahun
- Target Baru 2025: 3.000 rumah / tahun
- Bantuan Stimulus: Rp 20 Juta / Kepala Keluarga (KK)
- Darurat 14.000 Rumah: Ketika Langkah Lambat Bukan Pilihan
Keputusan untuk menggelontorkan anggaran besar ini berakar dari sebuah kesadaran bahwa metode yang ada berjalan terlalu lambat untuk mengejar ketertinggalan. Rudy Susmanto secara blak-blakan memaparkan kalkulasi yang menjadi dasar percepatan ini.
"Berdasarkan data yang kami terima jumlah rumah tidak layak huni se Kabupaten Bogor ada 14.000. Kalo kita setahun hanya menganggarkan 100 rumah lima tahun baru 500," kata Rudy, Kamis (7/8/2025).
Kutipan tersebut menggambarkan betapa gentingnya situasi. Dengan kecepatan lama, dibutuhkan waktu lebih dari satu abad untuk menuntaskan seluruh masalah Rutilahu di Kabupaten Bogor.
Sebuah kemewahan waktu yang jelas tidak dimiliki oleh belasan ribu warga yang setiap hari harus tinggal di bawah atap yang rapuh, dinding yang keropos, dan lantai beralaskan tanah.
Baca Juga:Sembako Murah, Urus KTP dan Izin di Satu Tempat: Pemkab Bogor Gelar Pesta Rakyat Sebulan Penuh
Menyadari hal ini, Pemkab Bogor bersama DPRD Kabupaten Bogor sepakat untuk melakukan terobosan fiskal demi percepatan yang signifikan.
Untuk mengeksekusi target ambisius ini, Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Bogor menjadi garda terdepan. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DPKPP, Eko Mujiarto, merinci angka konkret dari program percepatan ini.
"Nambah 2.750, jadi total ada 3.000 bantuan Rutilahu tahun ini," jelas Eko.
Setiap keluarga yang rumahnya terverifikasi akan menerima dana stimulus tunai untuk rehabilitasi. "Per KK Rp20 Juta," singkatnya.
![Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi dan Bupati Bogor, Rudy Susmanto [Dok Pemkab]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/21/92660-dedi-mulyadi-dan-rudy-susmanto.jpg)
Namun, Bupati Rudy Susmanto menekankan bahwa dana Rp20 juta ini adalah stimulus, bukan biaya penuh pembangunan. Kunci keberhasilan program ini terletak pada kolaborasi dan semangat gotong royong yang menjadi DNA masyarakat Indonesia.
"Maka kita kerja di akhir tahun rumah tidak layak huni berupaya kita anggarkan, maka betul-betul pemerintah harus ada percepatan-percepatan walaupun nilainya hanya sebagai stimulus kami menuntaskan oleh gotong royong bersama masyarakat," jelas Rudy.
Artinya, dana dari pemerintah diharapkan dapat memantik partisipasi swadaya dari warga sekitar, keluarga, maupun komunitas lokal untuk bahu-membahu membantu proses perbaikan rumah. Model ini tidak hanya meringankan beban anggaran, tetapi juga memperkuat ikatan sosial di tengah masyarakat.
Program Rutilahu secara spesifik menyasar warga miskin yang kondisi rumahnya tidak memenuhi standar kesehatan dan keselamatan. Secara umum, kriteria sebuah rumah dikategorikan tidak layak huni mencakup tiga komponen utama (Atap, Lantai, Dinding):
- Atap: Terbuat dari material yang mudah bocor dan rapuh (seperti terpal atau dedaunan).
- Lantai: Masih beralaskan tanah atau plesteran yang sudah rusak parah.
- Dinding: Terbuat dari bahan non-permanen seperti bilik bambu, papan, atau kawat yang sudah lapuk dan membahayakan penghuni.
Selain kondisi fisik rumah, calon penerima bantuan juga harus memenuhi syarat administrasi, seperti memiliki KTP, Kartu Keluarga, dan yang terpenting, memiliki hak atas tanah yang ditempati (tidak berada di atas tanah sengketa atau milik negara).