SuaraBogor.id - Longsornya gunungan sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Galuga, Bogor pada Senin (11/8/2025) bukan hanya sekadar bencana alam.
Insiden yang menewaskan seorang operator alat berat ini adalah puncak dari masalah menahun yang terus diabaikan.
Bagi anak muda dan warga kota besar, isu sampah seringkali terasa jauh. Namun, tragedi Galuga adalah pengingat keras bahwa apa yang kita buang setiap hari bisa menjadi bom waktu yang mematikan.
Ini bukan lagi soal bau tak sedap, tapi tentang nyawa dan keamanan lingkungan.
Baca Juga:TPAS Galuga Longsor: Operator Alat Berat Tewas Tertimbun, Darurat Sampah Bogor di Depan Mata
Berikut adalah 5 fakta kelam di balik longsor maut TPAS Galuga yang wajib kamu tahu.
1. Korban Tewas Bukan Pemulung, Melainkan ASN
Informasi awal yang simpang siur menyebut korban adalah seorang pemulung. Namun, fakta yang terungkap jauh lebih tragis.
Korban tewas adalah Agus Hari Mulyana (49), seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja untuk Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bogor.
Ia tewas saat sedang bertugas meratakan sampah menggunakan alat berat. Plt Kepala DLH Kabupaten Bogor, Teuku Mulya, mengonfirmasi hal ini.
Baca Juga:Kisah di Balik Penjemputan Bendera Pusaka dari Malasari, Ibu Kota Darurat Bogor
"Bukan pemulung, operator alat berat," tegasnya.
Agus tertimbun longsoran sampah bersama ekskavator yang dioperasikannya.
2. Pemicu Hujan Deras di Gunung Sampah yang Overload
Hujan deras yang mengguyur Bogor pada Minggu (10/8/2025) malam menjadi pemantik bencana. Namun, akar masalahnya adalah kondisi TPAS Galuga yang sudah sangat kelebihan kapasitas (overload).
Sekretaris DLH Kabupaten Bogor, Dede Armansyah, mengungkapkan bahwa tumpukan sampah sudah terlalu tinggi. Ketika diguyur hujan lebat, struktur sampah yang tidak stabil itu pun longsor.
TPAS Galuga menampung 800-900 ton sampah setiap hari, jumlah yang masif dan membuat "gunung" sampah semakin tidak terkendali.