-
Dedi Mulyadi tutup tambang sementara di Bogor, hadapi protes demi keselamatan warga dan perbaikan infrastruktur.
-
KDM menduga unjuk rasa didalangi pihak berkepentingan finansial, menyeimbangkan ekonomi dengan perlindungan rakyat.
-
Penutupan berdasarkan data tragis: 115 korban jiwa dan rusaknya infrastruktur; menuntut komitmen jalan khusus.
SuaraBogor.id - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi atau yang akrab disapa KDM, tengah berada di garis depan sebuah pertempuran sengit menghadapi kepentingan ekonomi yang kuat di balik industri pertambangan.
Keputusannya untuk menutup sementara aktivitas perusahaan tambang di Parungpanjang, Rumpin, dan Cigudeg telah memicu gelombang unjuk rasa.
Namun, KDM, dengan ketegasan seorang pemimpin, menunjuk adanya dalang di balik protes tersebut—pihak-pihak yang memiliki kepentingan besar dalam siklus ekonomi tambang.
Ini bukan sekadar keputusan administratif, melainkan sebuah pertarungan nilai, di mana keselamatan warga dan keberlanjutan infrastruktur dipertaruhkan melawan profit.
Baca Juga:Perintah Keras Dedi Mulyadi: Bersihkan Got, Masa Depan Paris Van Java di Ujung Sumbatan Drainase
Dalam sebuah pernyataan lugas usai rapat di Bakorwil Kota Bogor pada Senin, 29 September 2025, KDM secara terang-terangan menyingkap dugaan motivasi ekonomi di balik unjuk rasa penolakan kebijakannya.
Ia tidak gentar menunjuk pada pihak-pihak yang merasakan dampak finansial dari penutupan tambang tersebut.
"Yang demo siapa? Yang demo pasti yang berkepentingan terhadap siklus ekonomi, dan saya berdiri tegak di atas semua kepentingan. Ekonomi harus jalan, rakyat harus terlindungi dan infrastruktur semakin baik," kata Dedi Mulyadi kepada wartawan.
![Tangkapan Layar Aksi Demo Warga Bogor Minta Tambang Tetap Buka [Instagram]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/09/29/15276-demo-warga.jpg)
Penegasan ini bukan sekadar retorika. Ini adalah manifestasi dari seorang pemimpin yang berani mengambil posisi sulit, menyeimbangkan dinamika ekonomi dengan harga kemanusiaan dan keberlanjutan lingkungan.
KDM menunjukkan bahwa di tengah tekanan, ia memprioritaskan perlindungan warga dan perbaikan infrastruktur yang selama ini menjadi korban tak terlihat dari aktivitas tambang.
Baca Juga:Tutup Tambang di Bogor, Dedi Mulyadi Tantang Balik: Kenapa Dulu 115 Orang Meninggal Tak Ada Demo?
Keputusan penutupan sementara ini, menurut KDM, didasari oleh realitas pahit dan kerugian besar yang telah ditimbulkan oleh aktivitas tambang.
Ia tidak segan membeberkan data memilukan yang seharusnya menjadi alarm bagi semua pihak.
"Yang pertama begini bahwa yang meninggal sudah hampir 115 orang, yang luka lebih dari 150 orang, infrastruktur rusak," ungkapnya.
"Kenapa pada waktu ada yang meninggal, infrastruktur rusak ga ada yang demo?" tanya KDM itu.
Pertanyaan ini adalah pukulan telak bagi pihak-pihak yang kini memprotes penutupan tambang, menyoroti inkonsistensi respons publik dan mempertanyakan mengapa masalah kemanusiaan yang lebih besar justru terabaikan.
Jalan-jalan yang hancur, kecelakaan lalu lintas yang merenggut nyawa, dan dampak kesehatan jangka panjang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan warga di sekitar area tambang, namun baru ketika profit terganggu, suara protes itu muncul.