G30S PKI: Murad Aidit Ditangkap di Jakarta, Sempat Dibawa ke Bogor

Puluhan tahun berlalu, rupanya anak cucu keturunan para anggota dan simpatisan PKI turut menerima dampaknya. Selama bertahun-tahun mereka hidup di bawah stigma buruk

Andi Ahmad S
Kamis, 30 September 2021 | 11:45 WIB
G30S PKI: Murad Aidit Ditangkap di Jakarta, Sempat Dibawa ke Bogor
Ilustrasi Partai Komunis Indonesia (PKI) ditangkap militer. [Suara.com/Iqbal]

"Pemerintah sudah bilang lurus sejarah kita. Nggak ada yang bilang sejarah kita nggak lurus, apalagi dalam hal G30S/PKI, kayaknya pemerintah strict," kata Samuel.

Sifra menambahkan bukti-bukti sejarah terkait dibunuhnya jenderal pada tahun '65 itu dapat dilihat di museum juga monumen.

"Kalau lihat museumnya, monumennya, itu sudah firm, itulah sejarah. Ada pengkhianatan di negara ini, ada perubahan politik secara masif, buat kami itu clear(jelas)."

Sementara, bagi Fico, permohonan pelurusan sejarah dilihatnya "terlalu muluk".

Baca Juga:Perolehan Medali PON Papua 29 September: DKI Geser Tuan Rumah

"Muluk banget kalau minta dilurusin. Maksud saya (masalah-masalah) HAM yang lebih baru aja itu kan...(tidak terselesaikan)"

Fico menambahkan setelah beranjak dewasa ia semakin enggan berdebat soal versi sejarah yang diketahuinya dari kakeknya.

"Lama kelamaan kok kayak saya harus ngelawan dunia kalau pengertian saya soal sejarah '65 seperti ini, sementara orang-orang nggak kayak gini...,"

"Udah lah ikutin aja karena saya percaya semakin kita dewasa ternyata kita bukan semakin bijaksana, kita semakin malas ajangelawan dunia, capek," kata Fico.

Jika seseorang mau memahami peristiwa '65, Fico mengatakan seseorang seharusnya mempelajari dari dua sisi.

Baca Juga:Biaya Komitmen Formula E Jakarta Lebih Mahal, Alibi Anies: Tiap Kota Berbeda

"Sejarah kan ditulis sama yang menang. Kebetulan, PKI bagian yang kalahnya. Kalau mau cari yang dalem, jangan dari yang menang aja, tapi juga gimana nih dari yang kalah."

Ia mengatakan sudah cukup bersyukur dengan langkah mantan presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) saat menjabat sehingga generasinya tidak lagi dipersulit ketika melamar suatu pekerjaan.

Sebelumnya, Gus Dur sempat meminta maaf atas kejadian '65 juga mengusulkan dicabutnya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (TAP MPRS) Nomor XXV Tahun 1966, khususnya tentang Larangan Penyebaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme.

"Tak mau mewarisi konflik untuk membenci" dan "tak perpanjang masalah"

Sifra Panggabean mengatakan memilih cara resolusi konflik "yang tak membuka luka lama" terkait insiden '65 itu.

"Karena semua terluka dalam kejadian ini. Baik dari keluarga aku, mamaku, om, tanteku."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini