SuaraBogor.id - Empat direktur utama di empat RSUD hasil seleksi terbuka sudah diumumkan sejak 31 Agustus 2022 lalu, namun hingga saat ini belum juga dilantik oleh Pemkab Bogor.
Hal itu tentunya menjadi pertanyaan bagi DPRD Kabupaten Bogor. Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor, Muad Khalim mempertanyakan, kenapa Pemkab Bogor belum juga melakukan pelantikan empat direktur RSUD yang sudah diumumkan.
Dia menilai, bahwa lambannya prosesi pelantikan bukan hanya menghambat layanan kesehatan, tetapi juga menimbulkan kecurigaan adanya tarik menarik kepentingan pihak tertentu dalam proses pengisian jabatan tersebut.
"Kami minta agar direktur RSUD segera dilantik, karena tidak ada alasan untuk menunda-nunda, prosesnya juga sudah sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Rekomendasi Kemendagri sudah tidak ada masalah, proses open bidding juga sudah sesuai ketentuan," ujar Muad, Rabu (19/10/2022).
Baca Juga:Nama Ganjar Pranowo Terseret Korupsi KTP-el, Mantan Penyidik KPK Bantah Keterlibatannya
Muad menambahkan, hasil seleksi terbuka yang dilansir dari 31 Agustus, telah memilih nama peserta yang lulus semua tahapan. Dari masing-masing RSUD tersebut ada tiga nama yang telah lulus seleksi terbuka, seperti RSUD Cibinong ada nama dr Fusia Mediawaty, dr Yukie Meistisia A Satoto dan dr Agus Fauzi. Lalu untuk RSUD Ciawi yakni dr Fusia Mediawaty, dr Yukie Meistisia A Satoto dan dr Kusnadi.
Adapun untuk RSUD Leuwiliang yakni dr Vitrie Winastri, dr Agus Fauzi dan dr Dwi Susanty. Sedangkan untuk RSUD Cileungsi yakni dr Vitrie Winastri, dr Kusnadi dan dr Dwi Susanty.
Sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku, tiga besar yang telah lulus seleksi terbuka maka nantinya dipilih oleh Bupati atau Plt Bupati.
"Nah ini sudah ada nama-namanya, prosesnya sudah selesai tapi kok belum juga dilantik, ada apa sebenarnya?," kata dia.
Muad menambahkan, direktur di empat RSUD tersebut di-Plt-kan karena aturan dan masa berlaku direktur definitif sudah habis pada 2 Juli 2022 yang lalu.
Itupun, direktur RSUD sebelumnya sudah menjabat plt dua kali perpanjangan dan batas maksimal hanya dua kali plt serta tak bisa diperpanjang lagi.
"Jangan sampai terkesan ada titip menitip, lalu karena nama yang lulus tidak sesuai kemudian dihambat. Itu sangat tidak fair dan menunjukan birokrasi yang tidak sehat," tegas Muad.
- 1
- 2