SuaraBogor.id - Lagi dan lagi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar kasus korupsi jual beli gas. Kali ini Komisi Anti Rasuah itu menyita uang 1.523.284 dolar Amerika Serikat.
Uang 1.523.284 dolar Amerika Serikat yang disita KPK itu sekitar Rp24 miliar berdasarkan kurs Bank Indonesia per Senin 26 Mei 2025.
Selain itu, KPK juga telah menyita tujuh bidang tanah di wilayah Bogor, Jawa Barat, dan sekitarnya terkait kasus tersebut.
“Dengan luas 31.772 meter persegi, dan nilai taksiran sekitar Rp70 miliar,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dilansir dari Antara.
Baca Juga:DPR Dukung Penuh Instruksi Prabowo: Bersihkan BUMN dari Korupsi dan Pemalas
Budi menjelaskan bahwa penyitaan tersebut dilakukan selama kurun waktu April-Mei 2025.
Lebih lanjut kasus tersebut terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk dengan PT Inti Alasindo Energy (IAE) pada kurun waktu 2017–2021.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi jual beli gas PT PGN tersebut, yakni Komisaris PT IAE pada 2006–2023 Iswan Ibrahim dan Direktur Komersial PT PGN pada 2016–2019 Danny Praditya.
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, kerugian negara dalam tindakan tersebut mencapai 15 juta dolar AS.
KPK
Baca Juga:Antisipasi Korupsi, Pemkab Bogor Gandeng Kejari dalam MoU Pencegahan Hukum
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (disingkat KPK) adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Komisi ini didirikan berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas.
KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
KPK dipimpin oleh Pimpinan KPK yang terdiri atas lima orang, seorang ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua merangkap anggota.
Pimpinan KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.
Dalam pengambilan keputusan, pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial.
Ketua KPK Sementara saat ini adalah Nawawi Pomolango yang menjabat sejak 24 November 2023 menggantikan Firli Bahuri.
Tugas dan fungsi
- Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
- Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
- Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
- Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
- Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
- Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
- Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;
- Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;
- Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;
- Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
- Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
Korupsi
Korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Korupsi dapat melibatkan banyak kegiatan yang meliputi penyuapan, penjualan pengaruh dan penggelapan dan mungkin juga melibatkan praktik yang legal di banyak negara.
Korupsi politik terjadi ketika pejabat atau pegawai pemerintah lainnya bertindak dengan kapasitas resmi untuk keuntungan pribadi. Korupsi paling umum terjadi di kleptokrasi, oligarki, negara-narkoba, dan negara bagian mafia.