-
Akses tiga RT Desa Buana Jaya terputus Sungai Cimapag. Warga berisiko menyeberang atau memutar jauh (satu jam) untuk ke TPU/kebun.
-
Pembangunan Jembatan Cimapag sangat mendesak. Jembatan 40 meter akan pangkas waktu tempuh vital dari satu jam menjadi 400 meter saja.
-
Masalah akses puluhan tahun menghambat warga, terutama saat air sungai besar. Proyek jembatan diharapkan terealisasi pada tahun 2026.
SuaraBogor.id - Warga di tiga Rukun Tetangga (RT) di Desa Buana Jaya, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat menghadapi kendala serius dalam akses mobilitas harian.
Hingga kini, akses vital yang menghubungkan mereka dengan Tempat Pemakaman Umum (TPU) dan lahan pertanian masih terputus oleh bentangan Sungai Cimapag, memaksa warga harus menyeberang sungai atau memutar dengan jarak yang sangat jauh.
Kepala Desa Buana Jaya, Sudarjat, mengungkapkan bahwa pembangunan Jembatan Cimapag menjadi prioritas infrastruktur yang sangat mendesak.
Sudarjat menjelaskan, rencana pembangunan jembatan ini sudah diwacanakan sejak lama, namun beberapa kebutuhan mendesak lainnya telah lebih dulu terealisasi.
Baca Juga:Tragedi di Tengah Sawah Bogor: 2 Remaja Tewas Seketika Disambar Petir Saat Berteduh
Saat ini, fokus utama adalah mewujudkan Jembatan Cimapag karena menjadi satu-satunya akses langsung bagi tiga RT tersebut.
Jarak tempuh menjadi alasan utama mengapa jembatan sangat vital. Dengan menyeberang sungai, jarak tempuh dari pemukiman ke TPU dan lahan pertanian hanya sekitar 400 meter.
"Lebih singkat kalau dari sini 400 meter, kan di seberang kali TPU-nya," kata Sudarjat kepada wartawan saat dihubungi, Kamis 6 November 2025.
Sebaliknya, jika harus memutar mencari akses lain, waktu tempuh yang dibutuhkan bisa mencapai kisaran satu jam, sebuah jarak yang sangat tidak efisien untuk aktivitas harian, terutama saat membawa hasil pertanian atau dalam kondisi darurat.
"Kalau lewat jembatan (putaran) mah nunggu 1 jaman kira-kira," tambahnya.
Baca Juga:Waduh! Banyak Kasus Mandek di Kejari Kabupaten Bogor, Ini Kata Denny Achmad
Kondisi ini sudah berlangsung puluhan tahun, di mana dulu sungai Cimapag berukuran kecil namun kini volumenya telah membesar, membuat penyeberangan semakin berisiko.
Sudarjat menuturkan bahwa selama ini, warga terpaksa menjadikan sungai sebagai akses utama karena tidak ada pilihan lain. Namun, saat Air Curah Tinggi atau saat hujan deras, akses tersebut benar-benar terputus dan tidak dapat dipaksakan.
"Ya memangnya aksesnya ke situ enggak ada lagi," ujar Sudarjat.
"Kalau air curah tinggi, kita nunggu reda dulu, enggak bisa dipaksain, kan." sambungnya.
Kondisi ini jelas menghambat aktivitas pertanian yang menjadi mata pencaharian utama warga, serta menyulitkan prosesi pemakaman di TPU yang berada di seberang sungai.
Kepala Desa Buana Jaya ini menyampaikan optimismenya bahwa harapan warga untuk memiliki jembatan akan segera terwujud.