- Pemprov Jabar menghentikan kontrak PT Jabar Bersih Lestari karena kasus korupsi dan kerugian finansial perusahaan
- Pengelolaan TPPAS Lulut Nambo kini diambil alih oleh DLH Jabar sambil menunggu penugasan baru yang lebih efisien
- Pemerintah Provinsi Jabar berencana membuka peluang kerja sama dengan swasta untuk mengelola sampah di masa depan
SuaraBogor.id - Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) mengambil langkah tegas dalam mengelola permasalahan sampah regional.
Kontrak pengelolaan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Regional (TPPAS) Lulut Nambo di Kabupaten Bogor oleh PT Jabar Bersih Lestari (PT JBL), anak usaha dari BUMD PT Jasa Sarana, secara resmi dihentikan.
Keputusan krusial ini diumumkan menyusul evaluasi mendalam terhadap kinerja PT Jasa Sarana yang belakangan juga terjerat kasus korupsi.
Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat, Herman Suryatman, menegaskan pemutusan kontrak ini.
Baca Juga:Jam Operasional Truk Tambang di Bogor Direlaksasi Pagi hingga Sore: Perbup Sementara Dikesampingkan
"Kami akan lakukan terminasi atau pengakhiran kontrak," kata Herman dilansir dari Antara, Minggu 21 September 2025.
Selama masa transisi ini, pengelolaan TPPAS Lulut Nambo akan diambil alih sementara oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat.
"Untuk sementara, pengelolaan di-handle DLH Jabar sampai ada penugasan baru, baik ke BUMD lain atau mekanisme lain," tambahnya.
Keputusan pemutusan kontrak ini tidak terlepas dari serangkaian masalah yang melilit PT Jasa Sarana dan anak usahanya.
Salah satu faktor utama adalah performa keuangan PT Jasa Sarana yang dinilai belum optimal.
Baca Juga:Polemik Kades Bojong Kulur: Terbentur Regulasi, Penonaktifan Tak Bisa Dilakukan
Berdasarkan laporan tahunan perusahaan, BUMD milik Pemprov Jabar itu kembali mencatatkan kerugian pada tahun 2024 sebesar Rp11,8 miliar, setelah sebelumnya juga merugi Rp14,07 miliar pada tahun 2023.
Angka kerugian yang terus membengkak ini tentu menjadi sorotan tajam bagi keberlanjutan operasional perusahaan.
Lebih dari sekadar persoalan kinerja finansial, PT Jasa Sarana juga tengah menjadi perhatian publik menyusul penetapan dua mantan direkturnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pajak tambang oleh Kejaksaan Negeri Sumedang.
Mereka adalah M. Hanif (Direktur Utama periode 2019–2022) dan Indrawan Sumantri (Direktur Utama sejak 2022). Skandal korupsi ini tentu saja semakin memperburuk citra dan kepercayaan terhadap manajemen perusahaan, menjadi alasan kuat bagi Pemprov Jabar untuk meninjau ulang kontrak-kontrak yang ada.
Dengan pengambilalihan pengelolaan TPPAS Lulut Nambo oleh DLH Jabar, Herman Suryatman mengindikasikan bahwa Pemprov Jabar menargetkan sistem pengolahan sampah regional kembali berjalan optimal.
Tujuan utamanya adalah menyiapkan skema kerja sama yang lebih efisien dan akuntabel di masa mendatang, memastikan bahwa pengelolaan sampah tidak hanya efektif tetapi juga bersih dari praktik-praktik tidak transparan.
Herman menyebutkan bahwa ke depan, pengelolaan TPPAS Lulut Nambo dimungkinkan melibatkan pihak swasta.
Namun, ia menekankan pentingnya kehati-hatian dalam merumuskan skema kerja sama tersebut agar tetap sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
"Dimungkinkan ada kerja sama dengan swasta. Tapi kita perlu dalami lebih lanjut, terutama terkait pengelolaan RDF (Refuse-Derived Fuel) dan skema G to B (government to business)," ujar Herman.